Kota Jakarta dengan 487 tahun sejarah sejak Pangeran Fatahillah merebut kota ini yang ketika itu bernama Batavia dari pendudukan Belanda, 22 Juni 1527, kota pantai ini terus menjadi salah satu kota perdagangan nasional, dan terus bertransformasi menjadi kota megapolitan. Bangunan pencakar langit, aneka mall dan plaza, dan berbagai pusat perbelanjaan mewah dengan kehidupan malam yang kental terus berdenyut di ibu kota Indonesia ini.
Dengan
rutinitas yang serba modern, dan kehidupan yang serba cepat, kadang
menjenuhkan, dan bila kejenuhan itu datang, nah bagi saya, obatnya
tidak perlu lari terlalu jauh, cukup ke kota Tua, yang terletak
diantara Jakarta Utara dan jakarta Barat. Menyusuri kawasan kota tua
ini, terasa menyusuri kehidupan Jakarta Tempo Dulu, yang masih kaya
akan bangunan-bangunan tua peninggalan di masa penjajahan Belanda.
Adapun daya tarik utama di kawasan kota tua ini adalah museum-museum
yang letaknya saling berdekatan, sehingga pengunjung bisa mencapainya
dengan berjalan kaki dari satu museum ke museum lainnya. Di kawasan
kota tua ini terdapat 5 museum, yaitu museum Fatahillah, museum bank
Mandiri, museum bank Indonesia, museum Seni Rupa dan Kerami Indonesia
dan museum Wayang.
Museum Fatahillah
Salah
satu museum yang selalu menarik hati saya untuk selalu ke sana dan
mengabadikannya lewat kamera adalah museum Fatahillah. Bangunan megah
peninggalan Belanda ini dibangun pada tahun 1627, diperuntukkan
sebagai balai kota pemerintah Belanda. Bangunan ini juga terdapat
penjara bawah tanah, serta halaman yang luas pada bangunan ini
digunakan sebagai tempat hukuman mati para tahanan. Bangunan yang
megah ini mempunyai jendela yang tinggi dan lebar serta pilar-pilar
bangunan yang megah. Di halaman dalam gedung ini terdapat sebuah
meriam dengan bentuk yang unik, yaitu meriam sijagur, dimana
dikatakan meriam ini mempunyai kekuatan fertilitas, konon bagi pria
atau wanita yang kurang subur bila menyentuh meriam ini bisa segera
mendapat anak. Dan tentu saja sayapun penasaran dan tidak lupa
menyentuhnya.....
Si Jagur
Setelah
dari museum Fatahilah, bagi yang lapar dapat mencoba kulinari di cafe
Batavia, tepat di seberang museum Fatahillah. Bangunan tua ini
mempunyai keunikkan interior yang penuh dengan foto-foto memorabilia
bintang kenamaan jaman dulu dari dalam negeri dan luar negeri. Dari
foto James Dean muda hingga foto Bung Karno dan juga R.A Kartini
dapat kita nikmati.
Narsis di Cafe Batavia
Di
depan cafe Batavia terdapat banyak penyewaan sepeda onthel, dan kita
juga bisa naik ojeg sepeda untuk keliling kawasan kota tua ini, dan
sayapun penyewa ojeg sepeda untuk berkeliling hingga sampai ke
pelabuhan Sunda Kelapa.
Ketika sampai di pelabuhan ini, deretan
kapal-kapal layar tradisional sedang bersandar di dermaga menjadi
pemandangan yang menakjubkan serasa masa tempo dulu. Adapun keunikkan
kapal-kapal ini adalah tangga naik ke perahu yang berupa log kayu,
yang hanya selebar satu telapak kaki saja. Ketika para pengangkut
sedang membongkar muatan, dan mengangkut dengan beban di pundak
sambil meniti log kayu ini, ada rasa ngeri di dada ketika melihat
bagaiman mereka berjalan di log kayu yang berayun naik turun waktu
diinjak oleh para pengangkut yang sedang melewatinya, serasa ada
suatu irama dalam denyutan di tiap pijakkan kaki mereka, sungguh
hebat. Dan sayapun mencoba naik ke atas perahu dengan meniti log kayu
itu, benar-benar sungguh menguji adrenalin, dan ketika akan turun,
nyali sayapun menciut dan saya tidak dapat berjalan, akhirnya sayapun
dituntun oleh dua orang pekerja depan belakang hingga sampai di
bawah..... Dan itulah pengalaman pertama dan terakhir saya meniti log
kayu di pelabuhan Sunda Kelapa.
Penyewaan sepeda Onthel
Kapal2 yg bersandar dgn log kayu
Kapal Phinisi
Dan
terakhir sebelum mengakhiri perjalanan di kota tua, sayapun menuju ke
jembatan Kota Intan yang terletak di jalan Kali Besar Barat, tidak
jauh dari museum Fatahillah. Jembatan 'jungkit' yang dibangun pada
tahun 1628 pada masa kolonial Belanda ini adalah sebagai penghubung
antara benteng Belanda (VOC) dan Inggris (IEC) yang saat itu
berseberangan dan dibatasi oleh Kali Besar.
Sayangnya
jembatan yang berumur lebih dari 300 tahun ini kondisinya
memprihatinkan karena warnanya telah pudar dan kayunyapun keropos
dimakan zaman.
Jembatan Kota Intan
Jembatan Kota Intan di malam hari
Itulah
sebagian kecil dari kawasan kota tua, dan masih banyak lagi
bangunan-bangunan tua lainnya yang dapat dinikmati...
2 comments:
Hi thanks for sharing this
@Maria Hi thank for the comment, I just open my blog after a year absent :)
Post a Comment