Friday, 20 November 2015

Pesona Murren, Kota diatas Pegunungan Alpen






Setelah puas keliling Lauterbrunnen, kamipun lanjut menuju ke Murren, sebuah desa diatas gunung yang bebas kendaraan alias car free. Kamipun ke stasiun kereta dan membeli tiket ke Murren dengan harga 11 CHF, dan anak dibawah 6 tahun tidak dikenakan biaya. Karena anak-anak kami berumur 5 dan 2 tahun, jadi rasanya lumayan berhemat. Selain kami, terdapat juga turis dari berbagai negara, Eropa, Amerika, India, dan Asia.
Ketika cable car sampai, kamipun masuk dan setelah semua penumpang telah masuk, pintupun tertutup. Perlahan-lahan cable car mulai meluncur, dan kami berdiri di bagian belakang sehingga dapat menikmati pemandangan desa Lauterbrunen dan sekitarnya. Sepanjang perjalanan mata saya dimanja oleh pemandangan indah dari lembah Lauterbrunnen yang hijau dengan pepohonan yang beraneka warna dan rumah penduduk yang indah serta deretan hotel di desa Lauterbrunen, dan juga terdapat beberapa desa lain diatas bukit dari desa Lauterbrunnen.


pemandangan Lauterbrunnen dr cable car


Sebelum sampai di Murren, kami berhenti di Grutschalp untuk menurun dan menaikkan beberapa penumpang. Lalu kereta naik lagi dan berhenti di Winnteregg, dan lanjut lagi. Ketika perjalanan dari Winteregg, pemandangan puncak-puncak gunung Eiger (3970m), Monch (4099m) dan Jungfrau (4158m) yang berhiaskan mahkota salju mulai mengintip dari balik pepohonan, lalu sampailah kami di Murren. Ketika kaki melangkah keluar, rasa dingin menyambut kedatangan kami, serta kabut dinginpun tidak lupa mengucapkan selamat datang. Setelah berjalan beberapa menit, kamipun sampai di sebuah tempat untuk memandang ketiga gunung yang berdiri dengan perkasanya. Ketika sedang menikmati pemandangan pegunungan, tiba-tiba dari sebelah kanan, sebuah paragliding melintas, lalu menyusul yang lainnya, indah sekali dan rasanya ingin ikutan ber-paragliding juga, dan menikmati pemandangan dari ketinggian ribuan meter. Tetapi dengan harga yang lumayan mahal dan anak-anak yang tidak bisa ditinggalkan, akhirnya kami batalkan dan melanjutkan perjalanan menyusuri rumah-rumah kayu yang indah. Murren adalah sebuah desa yang bebas kendaraan, serta udara terasa sangat segar, dan dikejauhan puncak Schilthon yang perkasa memanggil untuk ditaklukkan. 



 





Kamipun mulai menanjak, berjalan melewati rumah-rumah penduduk dan beberapa ternak. Di sekeliling kami dikelilingi gunung-gunung dengan puncak tertutup salju. Waktu tempuh untuk sampai ke Schilthorn adalah 3,5 jam sesuai petunjuk jalan.
Sambil hiking sayapun dengan semangat berdendang naik-naik ke puncak gunung. Berjalan... Hiking... 
Dan ketika jalanan menanjak semakin tajam, udara semakin dingin dan tipis, selama satu jam perjalanan sayapun menyerah dan sayapun berdendang 'disini gunung, disana gunung, ditengah-tengah ada aku lagi bingung, bingung meminta turun gunung'. udah emak-emak susah diajak menanjak lagi hi hi hi..... Sedangkan suami dan anak sudah berjalan jauh di depan.



 Gunung Schilthorn di depan




Selama menanjak, saya sangat mengagumi pemandangan diatas dan dibawah kami. Dibelakang kami, pemandangan rumah-rumah penduduk, hotel dan pertokoan dengan latar gunung Eiger, Monch, dan Jungfrau yang dipisahkan oleh jurang. Dan didepan kami gunung Schilthorn, dimana terdapat restaurant Piz Gloria, yang terkenal sebagi tempat setting film James Bond 'where On Her Majesty’s Secret Service'. Sayang impian untuk sampai hingga ke Schilthorn harus di kubur dulu, mungkin lain kali bila ke sini lagi. 
 
Kami juga bertemu dengan penduduk lokal yang sedang mengendarai truk pengangkut makanan ternak di jalanan sempit yang berkelok-kelok dengan tanjakkan yang cukup curam. mereka membawa kendaraannya sangat pelan dan penuh hati-hati.

Bagi turis yang tidak ingin hiking dan menghemat waktu, maka bisa naik cable car dengan harga 112 CHF/ orang, dengan rute Lauterbrunnen - Grütschalp - Mürren - Schilthorn - Stechelberg - Lauterbrunnen. Harga yang lumayan mahal seperti harga-harga ditempat lain di Swiss. Tetapi pemandangan yang ditawarkan sungguh indah.




 Gunung Monch



 Gunung Schilthorn


Truk pengangkut makanan ternak menanjak di jln berkelok2 dgn pelan


Setelah beberapa jam keliling di Murren, kamipun turun kembali ke Lauterbrunen, dan sekali lagi kami menikmati pemandangan menakjubkan dari dalam cable car. Dan ketika berhenti di Winteregg, sayapun keluar untuk menikmati pemandangan desa Gimmelwald yang indah. Dari Murren terdapat jalan menurun hingga ke Gimmelwald, hanya kira-kira 30 menit jalan kaki. Dan dari Gimmelwald terdapat cable car menuju ke Lauterbrunnen juga.

Dari Lauterbrunnen, kamipun melanjutkan perjalanan dengan mobil ke Grindelwald.
Sesampai di Grindelwald, hari sudah mulai sore dan sudah mulai agak gelap karena pada musim gugur dan musim dingin waktu siang lebih pendek.
Lalu kamipun beristirahat dan menikmati kopi dan coklat panas serta makanan kecil di Eiger Cafe. Cafe ini sangat unik, di sebelah kiri bersebelahan kolam renang indoor, dan dibelakang terdapat lapangan hockey es indoor. Dan di luar terdapat taman bermain anak-anak. Dan anak-anak kamipun menikmati sorenya dengan bermain di area ini.


Desa Gimmelwald


Pemandangan dari jalan raya menuju ke Grindelwald







Bagi kami ini adalah perjalanan yang menyenagkan dan pendidikan untuk anak-anak kami, dimana mereka belajar tentang gunung, salju, rumah yang berbeda dengan tempat tinggal kami, serta merekapun belajar hiking dan belajar untuk berhati-hati.

Setelah sampai di hotel, kamipun langsung tepar, karena besok kami akan lanjut ke Luzern dan Brienz.




Sunday, 15 November 2015

Destinasi wisata Petualangan James Bond, SPECTRE




net


Saya paling suka nonton film action dengan banyak adventure, seperti Indiana Jones, mission imposible, James Bond, bahkan film komedi Mr.Bean Holiday juga sangat saya sukai. Karena dalam film-film tersebut banyak tempat-tempat wisata yang menarik.



Nah di film James Bond yang terbaru 'SPECTRE' telah mulai beredar di bioskop, dan setelah saya tonton, terdapat beberapa destinasi yang mempesona muncul di film ini.



Petualangan terbaru James Bond kali ini berawal dari Meksiko, Bond membuat onar di Zocalo, Mexico, yang sedang mengadakan parade ‘Day of the Dead’ (El Dia de Muertos) atau parade orang-orang mati. Parade yang diadakan di seluruh Mexico pada tiap tahun ini adalah suatu parade carnaval yang meriah dan penuh dengan keceriaan, bukan menyeramkan seperti perayaan kematian pada umumnya. Dan diawal film ini terlihat tempat menarik di Tolsa Square, dan beberapa bangunan yang megah di kota Zocalo, diantaranya Plaza de la Constitucion dan Gran Hotel de Ciudad. 



 The Day of the Dead / net

 
Setelah keonaran di Mexico, film lanjut ke markas besar James Bond di London, dan lokasi selama di London adalah Sungai Thames dan markas besar MI6 di Vauxhall. Selain itu, lokasi lain dalam film Spectre adalah Nothing Hill, Camden, London City Hall, Covent Garden, Westminster Bridge, Big Ben, Vauxhall Bridge, Millennium Bridge, dan Istana Blenheim.


 Park Plaza Westminster Bridge hotel/ net


 
Selesai dari London, lalu alur cerita mengalir membawa Bond ke Roma dan Vatican City. Di Roma sang agen 007 bertemu dengan janda misterius yang diperankan oleh Monica Bellucci, artis tertua yang pernah menjadi Bond Girls. Walalupun hanya 10 menit saja, tapi kecantikkan dan feminitas aktris yang berumur 51 tahun ini tetap memukau.



Di Roma adegan kejar-kejaran mobil yang keluar masuk gang-gang kecil khas kota Roma sungguh menegangkan. Diantaranya Ponte Sisto, Via delle Conciliazione di depan St Paul's Basilica, Teater Marcello, Jalan Garibaldi, Sungai Tiber, dan Coloseum serta jalan-jalan di sekitar Vatikan.



 Rome, Italy / net

  
Selesai adegan kejar-kejaran mobil di Roma, penonton dibawa ke Austria, di pegunungan Alpen yang tertutup salju pada musim dingin, dan tempat yang dipilih adalah Solden. Penonton dimanjakan dengan aksi Bond kejar-kejaran menggunakan pesawat dan SUV 4x4 serta panorama pegunungan Alpen dengan tiga pegunungan Solden, yaitu Schwarze Schneide di atas Gletser Rettenbach, Tiefenbachkogl di atas Gletser Tiefenbach, dan Gaislachkogl, yang masing-masing dengan ketinggian 3.000 meter. Di salah satu scene ada sebuah bangunan yang memukau mata, yaitu Hoffler Klinik, realitanya bangunan tersebut adalah Das Central hotel, tepatnya Ice Q Restaurant.



Ice Q Restaurant, Pegunungan Alpen, Austria / net



Pemandangan Pegunungan Alpen, Austria / net



Dari pegunungan Alpen nan dingin, penontonpun dibawa ke gurun Sahara nan panas Tangier,Maroko. Selain di Tangier, lokasi lainnya adalah Erfoud, yang juga menjadi latar film The Mummy dan Prince of Persia. Tetapi sayang lokasi di Maroko kurang di expose.



Erfoud


 
Well, setelah menonton James Bond 'Spectre', siap-siap menambahkan destinasi-destinasi tersebut dalam list trip anda?







Monday, 9 November 2015

Lauterbrunnen, Lembah Negeri Dongeng Dengan 72 Air Terjun





Apa yang bisa saya katakan?

Lauterbrunnen.... 

Lembah.... Pegunungan.... Air Terjun.... Sapi-sapi Swiss.... 

Pemandangan... Pedesaan... Cable cars.... bunga-bunga... Domba-domba Swiss...

Salju.... Hiking... Photography.... Relaksasi....

Sesuatu yang 'YOU MUST GO!'

Masih ingat dengan film trilogi The Lord of The Rings dan The Hobbit karangan J.R.R. Tolkien? Ketika para Hobbit dan kawan-kawan memasuki lembah Elvish di Rivendell, daerah kekuasaan Elrond yang berhiaskan puluhan air terjun nan indah. Ternyata tempat itu terinspirasi dari sebuah desa menakjubkan yang terselip di pegunungan Swiss, Lauterbrunnen.

Suatu wilayah dengan sisi tebing curam, air terjun, gua glasier, lembah yang subur, hutan pinus, bunga-bunga liar, itulah yang menjadi inspirasi J.R.R. Tokien ketika mengunjungi wilayah ini pada tahun 1911.

Lauterbrunnen terletak di lembah pegunungan di region Bernese Oberland, berjarak sekitar 70 kilometer dari Bern, ibukota Swiss. Lembah ini dikelilingi tebing yang menjadi bagian dari gunung Eiger (3970m), Monch (4099m) dan Jungfrau (4158m), dan disebut-sebut sebagai lembah paling indah di Eropa. Bagaimana tidak, lembah yang memiliki lebar satu kilometer ini memiliki 72 air terjun yang menyembur dengan indahnya dari puncak tebing ke dalam lembah. Nama Lauterbrunnen sendiri berarti 'banyak mata air', nama tersebut diberikan berdasarkan pada kehadiran 72 air terjun yang mengelilingi desa ini. 

Saat perjalanan menuju ke Lauterbrunnen dari Interlaken, dimana kami menginap. Kami disuguhi Pemandangan hamparan rerumputan hijau dengan latar pegunungan yang bermahkota salju, rumah penduduk khas Swiss dengan hiasan bunga di depan jendela, sekali-kali terlihat gerombolan sapi dengan lonceng di leher yang berbunyi saat mereka bergerak, pepohonan yang berganti warna dimusim gugur, dan sungai-sungai kecil hampir di sepanjang jalan. Serasa masuk ke dunia dongeng yang begitu indah dan kamipun tersihir akan keindahannya.






Ketika akan memasuki kota Lauterbrunnen, dari jauh kami sudah disuguhi pemandangan rumah penduduk yang unik dan air terjun yang mengalir seakan-akan jatuh di halaman belakang. Itulah air terjun Staubbach yang menyembur dari ketinggian 300 meter, air terjun yang paling mengagumkan di Lauterbrunnen. Sayapun tidak bisa melepaskan pandangan akan keindahan alam ini. Dan air terjun ini dinobatkan sebagai salah satu air terjun tertinggi di Eropa. 












Selain air terjun yang mengalir dari ketinggian ratusan meter, terdapat juga air terjun glasier di dalam pegunungan, air terjun Trummblebach, 3 km dari pusat kota Lauterbrunnen. Air terjun ini memiliki ketinggian 200 meter yang mengalir dengan deras didalam gunung. Dengan harga tiket 12 CHF sayapun memulai perjalanan tanpa anak-anak dan suami dengan naik lift yang membawa saya ratusan meter diatas permukaan tanah, lalu lanjut dengan berjalan kaki melewati terowongan yang diterangi lampu remang-remang. Di tepian terowongan yang dibatasi dengan pagar, saya dapat melihat salah satu aliran sungai dari 10 air terjun yang terdapat didalam gunung ini. Lalu terdapat tangga naik dan ada dua persimpangan terowongan. Terowongan sebelah kanan untuk melihat air terjun dan sebelah kiri terdapat tangga naik, dan dari atas terdapat air terjun yang lainnya. Suara gemuruh yang dihasilkan dari derasnya air yang jatuh di celah pegunungan ini cukup keras dan membuat anak-anak takut. Maka ada larangan membawa anak dibawah umur 4 tahun, dan orang tua harus mengawasi anak-anaknya dengan ketat dikarenakan lantai terowongan dan tangga yang cukup licin. Dan ketika keluar dari terowongan, saya memilih turun dengan tangga daripada lift. pemandangan beberapa rumah dengan padang hijau dan tebing terjal dari tangga turun sungguh indah.
















Selain pemandangan pegunungan Alpen, air terjun, landscape lembah yang dikelilingi dinding tebing terjal inipun sangat indah, pemandangan di musim gugur dengan perubahan warna pepohonan yang kontras dengan warna hijau padang rerumputan sungguh menakjubkan. Tak henti-hentinya bibir ini penyerukan kekaguman akan keindahan yang tersaji di depan mata.




Karena keindahannya, lembah Lauterbrunnenpun menjadi sumber inspirasi banyak penulis dan musisi, seperti Johan Goethe dalam pusinya 'Song of the Spirits of the Waterfalls'. Dan Lembah cantik inipun masuk dalam situs warisan dunia UNESCO pada tahun 2001.

Dari Lauterbrunnen kamipun lanjut ke Murren, desa car free diatas gunung dengan pemandangan yang luar biasa. Untuk mencapai ke Murren, kami harus naik cable car, dan pemandangan sepanjang jalan menuju ke Murren sungguh indah.

 
Oh iya untuk menuju ke Lauterbrunnen selain dengan mobil pribadi juga dapat di akses dengan kereta dari berbagai kota besar di Swiss yang menuju ke 
Bern - Interlaken - Lauterbrunnen, dan bila ingin ke kota lain di atas gunung, diharuskan naik cable car, karena tidak ada akses jalan mobil atau bus. Dan bila ingin ke kota lain dekat Lauterbrunen seperti Grindelwald, bisa di akses dengan bus.



HAPPY TRAVELING........

 

Friday, 6 November 2015

Merasakan Nonton Langsung Tour de France






Bagi para pecinta sepeda pasti kenal 'Tour de France', acara balap sepeda yang bergengsi di dunia.

Acara tahunan yang dimulai pada bulan Juli ini pertama kali diadakan pada tahun 1903 dan sempet berhenti karena perang dunia. Adapun rute Tour de France ini setiap tahun berbeda, walaupun memang mayoritas di Perancis. Seperti tahun 2015 lalu, pembukaan Tour de France alias etape 1 dimulai dari kota Utrech, Belanda, dan pada tahun 2016 ini dimulai dari Le Mont Saint Michel, Perancis bagian utara. Walaupun etape 1 selalu dimulai dari berbagai tempat atau negara, tetapi etape terakhir atau garis finish selalu di kota Paris, tepatnya di Champs-Elysees.



Dan suatu kali sayapun mendapat kesempatan menonton langsung Tour de France pada tahun 2009 di etape akhir di kota Paris, dan pada tahun 2015 sayapun ingin menonton langsung di Paris, tetapi terhadang dengan acara keluarga, maka sayapun membatalkannya. Dan untuk tahun 2017 ini, sayapun kembali menyaksikkan keseruan etape akhir Tour de France di Champs Elysées.


Ketika pada hari H untuk menonton etape terakhir Tour de France tahun 2017, pagi-pagi sayapun mulai berangkat ke Champs-Elysees, dan rupanya sudah begitu banyak orang yang menunggu. Manusia tumpah ruah di jalanan, dari balkon dan jendela tiap apartemen dan hotel, bahkan ada yang memanjat tiang listrik dan pohon. Dan sayapun mulai berjalan untuk mencari tempat yang cocok untuk melihat lebih dekat, dan dari jalan yang akan dilewati para pembalap mulai ramai dengan mobil-mobil hias, mobil sponsor dan beberapa mobil team pembalap.

Dan akhirnya sayapun temukan tempat yang tidak begitu ramai dan tidak begitu panas. 


 






 
Saya begitu semangat dan tidak sabar melihat balap sepeda secara nyata dan bukan lewat tv ini. Segala peralatan memotretpun dikeluarkan... Setelah beberapa jam menunggu, tiba-tiba jalanan mulai disterilkan, polisi mulai mengamankan sisi kiri dan kanan jalanan, mobil dan motor polisi mulai menyisir jalanan yang akan dilewati para pembalap, lalu disusul ambulance dan mobil-mobil team pendukung pesepeda.











Tidak berapa lama terdengar dari kejauhan riuh rendah sorak dan tepuk tangan para penonton, lalu tidak berapa lama satu persatu pesepeda mulai lewat didepan saya, tidak kurang dari 15 meter! Entah terkena shock atau panik saking gembira dan excitednya, sayapun bingung mencari mana Alberto Contador, mana Mark Cavendish? Saking ramainya mereka lewat secara bersamaan dengan kecepatan tinggi, sekuat tenaga mereka mengayuh sepeda, cepat sekali.... Dan sayapun tidak berhasil dapatkan satupun foto yang jelas. Untungnya sebelum tiba di garis finish mereka akan putar delapan kali Champs-Elysees, dan kesempatan inipun saya gunakan lebih fokus untuk memfoto.... Dan akhirnya sayapun berhasil, dan tidak sia-sia usaha berjama-jam berjalan, menunggu dan melihat langsung acara tahunan yang bergengsi ini.









Dan setelah usai acara Tour de France ini, saat massa mulai bubar, saya bertemu banyak sekali turis dari berbagai negara, seperti negara-negara Scandinavia, Asia, Australia, Amerika, dan lain-lain. Berbagai atribut mereka bawa khas negara mereka. Seperti dari Swedia, dengan ciri khas topi ala Viking, atau negara Inggris dengan pakaian Kilt, dan bendera dari negara mereka sebagai dukungan bagi pembalap negaranya.

Atraksi bergengsi tahunan ini selalu menyedot banyak turis tiap tahun, selain tempat-tempat wisata tentunya.


Video Tour de France tahun 2017, lengkapnya bisa dilihat di sini:






 


 Happy Traveling.....


 



 

Wednesday, 4 November 2015

Dari Interlaken Hingga ke Brienz, Swiss






Kami menginap di kota Interlaken ketika kunjungan ke Swiss di bulan Oktober yang cukup dingin. Kami jadikan Interlaken sebagai basecam, karena dekat ke kota-kota lain yang ingin kami kunjungi selama di Swiss. 
Interlaken terletak diantara dua danau cantik, yaitu Thun dan Brienz, yang sesuai dengan namanya yang diambil dari bahasa Latin yaitu Inter (diantara) dan Lokus (danau). Kota yang pada tahun 1133 menjadi pusat biara seminari Augustinian ini pada tahun 1800-an berkembang menjadi daerah wisata dengan lusinan hotel dan guesthouse, dan tempat-tempat shopping tentunya.



Pada hari ketiga, setelah kunjugan ke kota Luzern, kamipun mampir ke kota Brienz. Sebuah kota yang terletak di tepi danau Brienz, 20 km dari Interlaken. Selama dikota ini kami mengagumi danau Brienz yang indah, air danau nan biru, kota-kota di tepi danau dengan latar belakang pegunungan yang tertutup salju, serta langit yang berwarna biru, kombinasi warna yang memikat hati.







 
Setelah menikmati keindahan danau, suami dan anak-anak mengunjungi Ballenberg Open Air Museum, sebuah museum terbuka yang terdiri dari rumah-rumah tua petani serta ternak sapi, kambing, kuda, dan lain-lain, layaknya sebuah desa dengan setting abad pertengahan. 
Sedangkan saya lebih memilih berkeliling di kota Brienz sambil menikmati pemandangan rumah-rumah penduduk yang terbuat dari kayu dengan hiasan bunga di depan jendelanya.





 
Setelah 3 jam di Brienz, kamipun lanjut menuju ke air terjun Giesbach. Untuk menuju ke Giesbach bagi turis yang tidak membawa kendaraan adalah naik feri dari Brienz, lalu lanjut dengan mendaki atau naik funicular, yang diklaim tertua di Eropa, hingga sampai di Grand Hotel Giesbach, dan dari hotel ini sudah terlihat air terjun. 
Tetapi kami memutuskan naik mobil saja, dengan pertimbangan penghematan waktu dan uang.

Karena Giesbach tidak terdapat di GPS, dan papan nama tidak terlihat atau mungkin terlewatkan oleh kami. Maka tanpa terasa kami naik hingga ke puncak gunung yang mulai tertutup salju. Bagi kami ini adalah sebuah petuangan yang indah, kenapa tidak? Pemandangan padang hijau dengan rumah penduduk yang kecoklatan serta dibawah danau Brienz yang biru mempesona. Dan disepanjang jalan kami tidak henti-hentinya mengagumi warna warni pepohonan yang mulai berubah warna. 
Ketika kabut mulai turun, kamipun turun kembali ke jalan utama untuk ke air terjun Giesbach.















  
Setelah bertanya ke penduduk lokal, kamipun sampai di air terjun ini. Setelah parkir dan berjalan beberapa menit, tingkat atas air terjunpun mulai mengintip dari balik pepohonan, dan semakin dekat kami berjalan, semakin jelas keindahan alam ini. Air terjun dengan 14 tingkat semakin memperlihatkan pesonanya. Ketika kami sampai di bagian tengah yang terdapat sebuah jembatan, kamipun mulai berfoto ria. Mana tahan dengan keindahan alam ini, air terjun yang indah dipadu alam sekitar yang beraneka warna.... 






 
Air terjun ini mengalir hingga ke danau Brienz, di bagian paling atas air terjun terdapat sebuah celah seperti gua yang dapat dilewati turis. Kamipun berjalan di jembatan penghubung dalam celah itu, dan tidak lupa menyentuh air terjun yang jatuh. Dari sini kami melihat hotel Giesbach nun dibawah sana dengan latar danau yang biru, sungguh cantik sekali.





Hari semakin malam dan kamipun memutuskan kembali ke Interlaken dan beristirahat, karena besok akan melakukan perjalanan panjang ke Lembah Aosta, Italia.



HAPPY TRAVELING.....