Pernahkah teman-teman travelers merencanakan banyak hal yang akan
dilakukan serta tempat-tempat yang ingin dikunjungi pada suatu perjalanan, tetapi karena terjadi satu dan dua
hal dalam perjalanan, akhirnya semuanya tidak terealisasi? Itulah yang terjadi ketika saya mengunjungi Yogyakarta dengan keluarga saya.
Saat saya, suami dan dua orang anak dengan umur 5 dan 1,5
tahun mudik ke Indonesia, dan mengunjungi Yogyakarta, jauh-jauh hari saya sudah
membuat catatan dan list tempat apa saja yang akan kami kunjungi. Berbagai
pantai, air terjun, gua, dan gunung sudah masuk dalam catatan. Serta tidak
ketinggalan penyewaan mobilpun sudah siap mengantar.
Kami berangkat dari Jakarta-Yogyakarta dengan kereta,
karena ingin anak-anak saya merasakan naik kereta di Indonesia. Saat sampai di
Yogyakarta pagi harinya, dan ketika tiba di hotel, rupanya kami tidak bisa
masuk kamar, karena belum waktunya chek in. Kami berusaha negosiasi karena kamar
yang akan kami tempati sudah kosong, tetapi para pekerja tidak mengacuhkan
kami. Saya berusaha menjelaskan
kalau anak-anak saya cape dan pengen istirahat sebentar saja, kami akan bayar
lebih. Tetap para pekerja tidak mau tahu. Lalu sayapun meminta ijin meletakkan
koper dan tas, supaya kami bisa mencari sarapan. Para pekerja malah mengatakan
tidak bertanggung jawab bila tas hilang dan tidak ada tempat untuk meletakkan
tas. Dengan terpaksa kami akhirnya duduk di tangga menunggu hingga jam chek in.Tiba-tiba ketika jam 10.00, seorang pekerja mengatakan kepada kami bahwa dapat masuk ke kamar.
Setelah check in, dan
mencoba beristirahat, kami tidak dapat beristirahat, karena di depan jendela
kamar adalah tempat mangkal ojeg dan becak. Akhirnya sayapun keluar dari kamar
dan mencari hotel lain. Setelah mendapat hotel lain dengan harga yang lebih
murah, serta pelayanan yang sangat membantu, ukuran kamar lebih luas dan nyaman,
kamipun pindah.
Setelah pindah ke hotel
lain, dan meletakkan semua barang, kamipun keluar dan berjalan-jalan sekitar
Malioboro dan Keraton. Tetapi karena anak-anak sudah kelelahan, maka kami makan
malam dan kembali ke hotel.
Keesokkan harinya,
setelah sarapan pagi, kamipun mulai bergerilya mengunjungi tempat-tempat di
list pertama, yaitu: Candi Borobudur, Kaliurang-Merapi, dan Candi Prambanan. Anak-anak
saya sangat senang saat mengunjungi Candi Borobudur, terutama si abang. Karena
di Perancis tidak ada candi ataupun pura, hanya kastil dan istana. Jadi diapun
mulai mengerti tentang candi dan sangat senang saat menyentuh stupa dan relief
di Borobudur. Begitu juga saat mengunjungi Kaliurang-Merapi. Saat naik jeep
melewati jalanan yang begitu banyak goncangan, rasa seru di mukanya begitu
bersemangat.
Tetapi hari mulai mendung dan rintik-rintik hujanpun mulai
membasahi bumi. Alhasil gunung merapi mulai hilang dari hadapan. Tetapi kami tetap senang dapat mengunjungi mini museum
‘Sisa hartaku’. Melihat bagaimana letusan Merapi menghancurkan
semua desa yang dilewatinya. Kami juga menemukan batu Alien yang menyerupai
wajah manusia, dan bunker yang menewaskan dua pengungsi yang berusaha
menyelamatkan diri dengan masuk ke bunker ini pada saat Merapi meletus tahun
2006. Dan begitu banyak sekali pertanyaan si abang saat mengunjungi
tempat-tempat ini.
Setelah puas eksplorasi di Kaliurang-Merapi, kamipun lanjut
menuju ke candi Prambanan. Hujan yang semakin lebat membuat kami harus
berlindung sebentar. Setelah hujan mulai reda, kamipun lanjut mengelilingi
candi Prambanan ini. Tetapi si kecil sudah mulai cape sedangkan si abang tetap
semangat. Kamipun memutuskan kembali ke Yogyakarta dan mencari makan malam dan
kembali ke hotel. Tengah malam si kecil mulai demam, sayapun mengompresnya dan berharap demamnya akan reda.
Museum Sisa Hartaku
Museum Sisa Hartaku
Batu Alien
Bunker
Hingga esok paginya demam si kecil tidak reda, sayapun
memberinya obat pereda demam yang saya bawa. Akhirnya kami membatalkan semua sewa
mobil dan semua rencana hari itu. Hingga
siang demam si kecil tidak kunjung reda, kamipun membawanya ke dokter.
Setelah dari dokter kami
tetap beristirahat di hotel.
Jadi ceritanya hari kedua hanya menjelajah di dalam kamar saja sambil menunggu si kecil reda demamnya. Dan malamnya demam si kecil mulai reda, tetapi giliran si abang yang mulai demam. Untungnya saya membawa obat-obatan untuk si abang juga. Jadi malam itu kami menunggu kedua anak kami.
Jadi ceritanya hari kedua hanya menjelajah di dalam kamar saja sambil menunggu si kecil reda demamnya. Dan malamnya demam si kecil mulai reda, tetapi giliran si abang yang mulai demam. Untungnya saya membawa obat-obatan untuk si abang juga. Jadi malam itu kami menunggu kedua anak kami.
Keesokkannya, si kecil masih lemah dan si abang sudah
kembali semangat. Jadi dari pagi hingga siang kami hanya di hotel saja, dan
membatalkan semua sewa mobil dan semua rencana hari ketiga. Setelah makan
siang, si kecil sudah mulai semangat dan mulai banyak beraktifitas. Karena
melihat si kecil sudah mulai sehat, kamipun keluar ke jalan Malioboro.
Sepanjang jalan Malioboro yang super duper rame, kami
berusaha tidak pencar atau terpisah, tetapi apa daya, si abang hilang!
Dan suami sayapun sibuk mencari si abang diantara banyaknya pengunjung di sepanjang jalan Maioboro. Dan saya yang menggendong si kecil sambil bertanya-tanya ke para penjual apakah melihat anak berusia 5 tahun yang sedang menangis atau sendirian dalam kebingungan. Tidak ada yang melihat, dan salah satu penjual menganjurkan saya ke posko Malioboro khusus untuk anak yang hilang. Mereka akan mengumumkan disepanjang jalan Malioboro soal ciri-ciri anak yang hilang. Tiba-tiba seorang bapak penjual mengatakan bahwa tadi ada seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun yang menangis, lalu dibawa seorang bapak-bapak. Iapun menjelaskan ciri-ciri bapak-bapak itu, sayapun mengerti bahwa itu adalah suami saya.
Tidak berapa lama suami dan anak saya datang menghampiri..... Ahhh leganya...
Dan suami sayapun sibuk mencari si abang diantara banyaknya pengunjung di sepanjang jalan Maioboro. Dan saya yang menggendong si kecil sambil bertanya-tanya ke para penjual apakah melihat anak berusia 5 tahun yang sedang menangis atau sendirian dalam kebingungan. Tidak ada yang melihat, dan salah satu penjual menganjurkan saya ke posko Malioboro khusus untuk anak yang hilang. Mereka akan mengumumkan disepanjang jalan Malioboro soal ciri-ciri anak yang hilang. Tiba-tiba seorang bapak penjual mengatakan bahwa tadi ada seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun yang menangis, lalu dibawa seorang bapak-bapak. Iapun menjelaskan ciri-ciri bapak-bapak itu, sayapun mengerti bahwa itu adalah suami saya.
Tidak berapa lama suami dan anak saya datang menghampiri..... Ahhh leganya...
Setelah keliling di
Malioboro, kami akhirnya mencari makan malam di sebuah restoran di mall, untuk beristirahat
dan juga menenangkan diri. Setelah itu kami kembali ke hotel.
Malam itu si kecil kembali demam hingga esok harinya, jadi kami tetap di hotel saja dan membatalkan semua rencana hari itu juga. Esok paginya kami kembali ke Jakarta, dan pagi berikutnya saya membawa si kecil ke dokter lagi, karena demamnya kadang reda kadang kambuh. Saya takut si kecil kena DBD.
Dan apa yang saya takutnya akhirnya tidak terjadi, dan dokter menjelaskan si kecil tidak kena DBD, hanya tubuh si kecil sedang menyesuaikan diri dengan cuaca di Indonesia dan juga jam tidur yang berbeda, alias jetlag.
Ahhhhh leganya….. Walau
semua rencana tinggal rencana, tetapi saya bersyukur, anak-anak saya tidak
apa-apa dan semua kembali sehat dan ceria lagi. Perjalanan kali ini mengajarkan
saya banyak hal tentang ngetrip dengan keluarga, terutama dengan anak kecil.
Harus siap dalam segala kondisi, dan sigap dalam bertindak.
Happy Traveling…..