Sunday, 27 March 2016

Sehari Menikmati Pesona Melaka, Malaysia






Melaka atau Malaka (Malacca) adalah sebuah kota kecil yang masuk dalam daftar UNESCO sebagai salah satu ‘World Heritage Site”, sebuah kota tua dengan peninggalan bangunan yang masih terpelihara dengan baik. Kota yang penuh dengan sejarah dari Cina, Portugis, Belanda hingga Inggris. Sebuah kota yang multietnis, hidup rukun dengan budaya yang tercampur harmonis. Kota Melaka terletak 148 km di pesisir pantai di sebelah selatan kota Kuala Lumpur.
Anda dapat dengan mudah berkunjung ke Melaka dengan menggunakan bus melalui beberapa terminal yang ada di Kuala Lumpur, seperti Terminal Bersepadu Selatan (TBS). Namun, Anda juga bisa berangkat menuju ke Melaka dari bandara Low Cost and Carrier Terminal (LCCT) menggunakan bus. Perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Melaka ditempuh kira-kira 2-3 jam lamanya.

Karena saya menginap di Kuala Lumpur, maka saya naik bus dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS) yang juga dikenal dengan Bandar Tasik Selatan (BTS). TBS ini melayani rute perjalanan bus dari Kuala Lumpur ke berbagai kota di sebelah selatan Semenanjung Malaysia seperti Melaka, Johor Bahru, Seremban, Muar, Tanjung Pahat, dan juga Singapura. Selain TBS ini, terdapat juga Terminal Puduraya atau Pudu Sentral Bas, terminal tertua di Kuala Lumpur yang melayani rute perjalanan bus dari Kuala Lumpur ke berbagai kota di sebelah utara Semenanjung Malaysia seperti Penang, Butterworth, Ipoh, Cameron Highlands, Alor Setar, Taiping, Kuala Perlis, dan juga Hatyai (Thailand selatan). Dan karena Melaka adalah salah satu destinasi utama di Malaysia, maka bus yang menuju ke Melakapun hampir setiap saat selalu ada, dari pagi buta sampai tengah malam, dan bis yang melayani rute tersebut juga sangat banyak dan beragam dengan harga berkisar RM.15-20. Karena saya hanya sehari jalan-jalan di Melaka, maka sayapun mengambil bus yang pagi hari. Saya sarankan sebaiknya membeli tiket bus jauh hari sebelumnya, terutama high season. Karena bila membeli tiket saat on show, akan susah dan hampir selalu tidak dapat tiket, seperti yang pernah saya alami.




Setelah perjalanan sekitar dua setengah jam, maka sayapun sampai di Melaka Sentral, terminal bus yang terletak agak diluar kota Melaka, dan untuk mencapai ke dalam kota, kita dapat menyambung dengan bus dalam kota. Dan saya naik bus Panorama Melaka no.17 hingga ke Bandar hilir, tidak jauh dari Stadthuys. Di terminal Sentral Melaka ini terdapat berbagai pusat perbelanjaan, sehingga kita tidak susah untuk mencari makanan di terminal ini, walaupun sudah jauh malam ataupun saat subuh. Dan terminal ini beroperasi 24 jam, jadi ketika jalan-jalan sehari di Melaka dan akan kembai ke Kuala Lumpur tidaklah terlalu sulit.




Setelah sampai di kota Melaka, saya bingung mau memulai dari mana, karena begitu banyak yang ditawarkan di kota ini. Lalu sayapun memutuskan memulai dari Bangunan Merah atau Dutch Square. Di Bangunan Merah ini hampir semua bangunan tua berwarna merah tua, dikarenakan pengaruh karakteristik arsitektur Belanda pada masa itu. Dan semua bangunannya terawat dengan baik dan tetap memancarkan pesonanya. Bangunan utama di kawasan ini adalah Stadthuys, Bell Tower, Christ Church.  






Stadthuys dengan sebuah Menara jamnya adalah salah satu bangunan dengan arsitektur Belanda yang dibangun pada tahun 1650 sebagai kantor gubernur Jenderal di Melaka. Dimasa kini bangunan ini menjadi museum sejarah dan etnografi, galeri Laksamana Cheng Ho, Museum Sastra, Museum Pemerintahan Demokrasi, dan Museum Yang Dipertuan Negeri. Diperkirakan bangunan ini adalah bangunan Belanda tertua se Asia Tenggara yang masih digunakan. 






 Patung Laksamana Cheng Ho



Di sebelah kiri Stadthuys terdapat gereja Christ Church, sebuah gereja yang juga berwarna merah tua. Gereja yang dibangun tahun 1741 dan selesai pada 1753 ini merupakan gereja Protestan tertua di Malaysia yang masih digunakan sampai saat ini. Dan diantara Satdthuys dan Christ Church terdapat sebuah tugu air mancur dengan nama Queen Victoria yang dibangun pada tahun 1901 oleh Inggris. Pemandangan Dutch Square ini sangat apik dan indah dengan warna merah tua, dan di depan bangunan-bangunan ini dihiasi taman dengan aneka bunga yang indah. Diseberang jalan Dutch Square terdapat sebuah kincir angin yang dibangun untuk menghormati hubungan antara masyarakat Melaka dan negeri Belanda.





 Tidak tahan untuk tidak berselfie ria





Setelah dari Dutch Square, sayapun lanjut ke St.Paul Church, sebuah reruntuhan gereja tua yang tidak beratap, dan terletak di puncak bukit. Adapun gereja Katolik ini awalnya adalah sebuah kapel kecil yang dibangun oleh seorang kapten Portugis, lalu Belanda berubahnya menjadi pemakanan bagi bangsawan dan prajurit Belanda, dan menamainya “St.Paul Church” dari nama "Our Lady Of The Hill" pada masa Portugis. Jadi gereja ini dibangun oleh bangsa Portugis, bangsa Belanda yang dikuburkan di sana dan dinamai dengan Bahasa Inggris, unik ya? Dan di dalam gereja yang hanya tinggal dinding saja ini, berisi makam kosong St. Francis Xavier dan batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama Belanda. Dan di depan gereja terdapat sebuah patung dengan tangan kanan yang buntung yang bernama “St Francis Xavier”. Dari atas bukit ini kita dapat melihat pemandangan kota Melaka hingga ke pantai.






Dan dikaki bukit St. Paul Church, terdapat Benteng A. Famosa, sebuah benteng yang dibangun Portugis pada tahun 1511 bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque . Benteng ini hancur saat agresi Belanda dan masih menyisakan sebuah pintu gerbang dari 4 pintu gerbang untuk masuk ke benteng A. Farmosa, yang bernama “Porta de Santiago”. terdapat dua buah Meriam di depan pintu gerbang yang masih terlihat gagah, seakan-akan tidak tersentuh jaman. 


 Porta de Sandiago



Tidak jauh dari Benteng A. Famosa, terdapat makam Belanda, yang terdiri 5  makam Belanda dan 33 makam Inggris dari abad ke-17. Dan tidak jauh berjalan sayapun bertemu sebuah bangunan replika Istana Kesultanan Melayu Melaka. Sebuah replika asli bangunan Kesultanan Melaka abad ke-15 yang menjadi museum cultural, museum ini dibuka umum sejak tahun 1986. Dengan harga tiket Rm.2.00, para pengunjung dapat melihat koleksi istana yang terbuat dari kayu ini yang terdiri dari 1.300 artefak tengkolok dan kelengkapan kerajaan, senjata, barangan kemas serta figura-figura yang merekam peristiwa sejarah dan lagenda Melayu seperti pertempuran Hang Tuah dan Hang Jebat. Serta peta Selat Melaka yang memisahkan Malaysia dan Indonesia. Dan sayapun membayangkan perjalanan hang Tuah dan Hang Jebat yang begitu melegenda di selat Melaka ini.



 Replika Istana Kesultanan Melayu Melaka


Makam Belanda



Setelah puas melihat koleksi Istana Kesultanan, maka sayapun melanjutkan perjalanan untuk menyebrangi sungai Melaka. Dan sebelum sampai ke penyebrangan, dimana ditepi sungai terdapat sebuah kapal Portugis yang mirip seperti kapal “Flora de la Mar”. Kapal yang menjadi museum ini menyimpan sejarah maritim dengan 7 era sejarah, diantaranya, era Kesultanan Melaka, era Portugis, era Belanda, era Inggris, dan era kemerdekaan Malaysia.



Museum Maritim Melaka


Dan diseberang Sungai Melaka terdapat Heerenstraat (Jalan Tan Cheng Lok) and Jonkerstraat (Jonker street) yang menjadi kawasan Chinatown. Ketika sedang asyik menyusuri jalan Tan Cheng Lok, saya meihat sebuah Menara yang seperti pagoda, dan ternyata itu adalah mesjid Kampung Kling. Sebuah mesjid dengan perpaduan budaya timur dan barat, dan dikatakan bahwa mesjid Kampung kling merupakan mesjid tertua di Melaka. Setelah beberapa saat berjalan, sayapun bertemu sebuah bangunan barwarna kuning yang cukup menyolok, "Sri Poyyatha Vinayagar Moorthi Temple", sebuah kuil Hindu pertama di Melaka.


Mesjid Kampung Kling

Sri Poyyatha Vinayagar Moorthi Temple



Dikawasan Chinatown terlihat deretan rumah-rumah tua berarsitektur China yang masih dijaga keasliannya. Disepanjang jalan ini terdapat banyak sekali toko antik dan juga toko souvenir dan restoran dengan harga yang cukup murah. Di jalan ini juga terdapat sebuah museum perkawinan campuran antara China dan Melayu Melaka yang bernama “Baba and Nyonya Heritage museum”. Tetapi sayang saya tidak masuk ke museum ini, karena waktu yang sempit. Lalu sayapun mulai berburu beberapa souvenir dan kartu pos khas Melaka. Dan tidak lama sayapun bertemu sebuah kelenteng, ‘Cheng Hoon Temple’, yang merupakan kelenteng Tao tertua di Asia tenggara



 Cheng Hoon Temple


Baba and Nyonya Heritage Museum



Ketika sedang berjalan ke tempat pemberhentian bus menuju ke Melaka Sentral, saya sempatkan melirik sebuah gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1849 oleh pendeta Prancis, Rev. Farve, sebagai memorial kepada St. Francis Xavier, seorang misionaris Katolik. Setelah itu sayapun mencoba naik becak dengan hiasan yang penuh warna warni serta music yang hingar bingar, lumayan menikmati rikshaw ala Melaka.




Itulah perjalanan saya sehari di Melaka, kota yang penuh sejarah dengan bangunan yang indah, percampuran budaya yang tetap terjaga dengan harmonis. Semoga bisa memberi sedikit masukkan bagi teman-teman traveler yang ingin mengunjungi Melaka. Oh iya rata-rata tempat bersejarah di Melaka itu gratis kecuali museum.


Happy Traveling….


Ngetrip ke mana lagi ya....