Melaka atau Malaka (Malacca) adalah sebuah kota kecil yang masuk dalam daftar UNESCO sebagai salah satu ‘World Heritage Site”, sebuah kota tua dengan peninggalan bangunan yang masih terpelihara dengan baik. Kota yang penuh dengan sejarah dari Cina, Portugis, Belanda hingga Inggris. Sebuah kota yang multietnis, hidup rukun dengan budaya yang tercampur harmonis. Kota Melaka terletak 148 km di pesisir pantai di sebelah selatan kota Kuala Lumpur.
Anda dapat dengan mudah berkunjung ke Melaka dengan
menggunakan bus melalui beberapa terminal yang ada di Kuala Lumpur, seperti Terminal
Bersepadu Selatan (TBS). Namun,
Anda juga bisa berangkat menuju ke Melaka dari bandara Low Cost and Carrier
Terminal (LCCT) menggunakan bus. Perjalanan dari Kuala Lumpur
menuju Melaka ditempuh kira-kira 2-3 jam lamanya.
Karena saya menginap di Kuala Lumpur, maka saya naik bus
dari Terminal Bersepadu Selatan (TBS) yang juga dikenal dengan Bandar Tasik Selatan (BTS).
TBS ini melayani rute perjalanan bus dari Kuala Lumpur ke berbagai kota di
sebelah selatan Semenanjung Malaysia seperti Melaka, Johor Bahru,
Seremban, Muar, Tanjung Pahat, dan juga Singapura.
Selain TBS ini, terdapat juga Terminal Puduraya atau Pudu Sentral Bas, terminal
tertua di Kuala Lumpur yang melayani rute perjalanan bus dari Kuala Lumpur ke
berbagai kota di sebelah utara Semenanjung Malaysia seperti Penang,
Butterworth, Ipoh, Cameron Highlands, Alor Setar, Taiping, Kuala Perlis, dan
juga Hatyai (Thailand selatan). Dan karena Melaka adalah salah
satu destinasi utama di Malaysia, maka bus yang menuju ke Melakapun hampir
setiap saat selalu ada, dari pagi buta sampai tengah malam, dan bis yang
melayani rute tersebut juga sangat banyak dan beragam dengan harga berkisar RM.15-20.
Karena saya hanya sehari jalan-jalan di Melaka, maka sayapun mengambil bus yang
pagi hari. Saya sarankan
sebaiknya membeli tiket bus jauh hari sebelumnya, terutama high season. Karena bila
membeli tiket saat on show, akan susah dan hampir selalu tidak dapat tiket,
seperti yang pernah saya alami.
Setelah perjalanan
sekitar dua setengah jam, maka sayapun sampai di Melaka Sentral, terminal bus
yang terletak agak diluar kota Melaka, dan untuk mencapai ke dalam kota, kita
dapat menyambung dengan bus dalam kota. Dan saya naik bus Panorama Melaka no.17
hingga ke Bandar hilir, tidak jauh dari Stadthuys. Di terminal Sentral Melaka
ini terdapat berbagai pusat perbelanjaan, sehingga kita tidak susah untuk
mencari makanan di terminal ini, walaupun sudah jauh malam ataupun saat subuh.
Dan terminal ini beroperasi 24 jam, jadi ketika jalan-jalan sehari di Melaka
dan akan kembai ke Kuala Lumpur tidaklah terlalu sulit.
Setelah sampai di
kota Melaka, saya bingung mau memulai dari mana, karena begitu banyak yang
ditawarkan di kota ini. Lalu sayapun memutuskan memulai dari Bangunan Merah
atau Dutch Square. Di Bangunan Merah ini hampir semua bangunan tua berwarna
merah tua, dikarenakan pengaruh karakteristik arsitektur Belanda pada masa itu.
Dan semua bangunannya terawat dengan baik dan tetap memancarkan pesonanya. Bangunan
utama di kawasan ini adalah Stadthuys, Bell Tower, Christ Church.
Stadthuys dengan sebuah Menara jamnya adalah salah satu bangunan dengan arsitektur Belanda yang dibangun pada tahun 1650 sebagai kantor gubernur Jenderal di Melaka. Dimasa kini bangunan ini menjadi museum sejarah dan etnografi, galeri Laksamana Cheng Ho, Museum Sastra, Museum Pemerintahan Demokrasi, dan Museum Yang Dipertuan Negeri. Diperkirakan bangunan ini adalah bangunan Belanda tertua se Asia Tenggara yang masih digunakan.
Patung Laksamana Cheng Ho
Di sebelah kiri
Stadthuys terdapat gereja Christ Church, sebuah gereja yang juga berwarna merah
tua. Gereja yang dibangun tahun 1741 dan selesai pada 1753 ini merupakan gereja
Protestan tertua di Malaysia yang masih digunakan sampai saat ini. Dan diantara
Satdthuys dan Christ Church terdapat sebuah tugu air mancur dengan nama Queen Victoria
yang dibangun pada tahun 1901 oleh Inggris. Pemandangan Dutch Square ini sangat
apik dan indah dengan warna merah tua, dan di depan bangunan-bangunan ini
dihiasi taman dengan aneka bunga yang indah. Diseberang jalan Dutch Square
terdapat sebuah kincir angin yang dibangun untuk menghormati hubungan antara
masyarakat Melaka dan negeri Belanda.
Tidak tahan untuk tidak berselfie ria
Setelah dari Dutch Square, sayapun lanjut ke St.Paul Church, sebuah reruntuhan gereja tua yang tidak beratap, dan terletak di puncak bukit. Adapun gereja Katolik ini awalnya adalah sebuah kapel kecil yang dibangun oleh seorang kapten Portugis, lalu Belanda berubahnya menjadi pemakanan bagi bangsawan dan prajurit Belanda, dan menamainya “St.Paul Church” dari nama "Our Lady Of The Hill" pada masa Portugis. Jadi gereja ini dibangun oleh bangsa Portugis, bangsa Belanda yang dikuburkan di sana dan dinamai dengan Bahasa Inggris, unik ya? Dan di dalam gereja yang hanya tinggal dinding saja ini, berisi makam kosong St. Francis Xavier dan batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama Belanda. Dan di depan gereja terdapat sebuah patung dengan tangan kanan yang buntung yang bernama “St Francis Xavier”. Dari atas bukit ini kita dapat melihat pemandangan kota Melaka hingga ke pantai.
Dan dikaki bukit St. Paul Church, terdapat Benteng A. Famosa, sebuah benteng yang dibangun Portugis pada tahun 1511 bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque . Benteng ini hancur saat agresi Belanda dan masih menyisakan sebuah pintu gerbang dari 4 pintu gerbang untuk masuk ke benteng A. Farmosa, yang bernama “Porta de Santiago”. terdapat dua buah Meriam di depan pintu gerbang yang masih terlihat gagah, seakan-akan tidak tersentuh jaman.
Porta de Sandiago
Tidak jauh dari
Benteng A. Famosa, terdapat makam Belanda, yang terdiri 5 makam Belanda dan 33 makam Inggris dari abad
ke-17. Dan tidak jauh berjalan sayapun bertemu sebuah bangunan replika Istana
Kesultanan Melayu Melaka. Sebuah replika asli bangunan Kesultanan Melaka abad ke-15
yang menjadi museum cultural, museum ini dibuka umum sejak tahun 1986. Dengan
harga tiket Rm.2.00, para pengunjung dapat melihat koleksi istana yang terbuat
dari kayu ini yang terdiri dari 1.300 artefak tengkolok dan kelengkapan
kerajaan, senjata, barangan kemas serta figura-figura yang merekam peristiwa
sejarah dan lagenda Melayu seperti pertempuran Hang Tuah dan Hang Jebat. Serta
peta Selat Melaka yang memisahkan Malaysia dan Indonesia. Dan sayapun
membayangkan perjalanan hang Tuah dan Hang Jebat yang begitu melegenda di selat
Melaka ini.
Replika Istana Kesultanan Melayu Melaka
Makam Belanda
Setelah puas melihat
koleksi Istana Kesultanan, maka sayapun melanjutkan perjalanan untuk menyebrangi
sungai Melaka. Dan sebelum sampai ke penyebrangan, dimana ditepi sungai
terdapat sebuah kapal Portugis yang mirip seperti kapal “Flora de la Mar”.
Kapal yang menjadi museum ini menyimpan sejarah maritim dengan 7 era sejarah, diantaranya,
era Kesultanan Melaka, era Portugis, era Belanda, era Inggris, dan era
kemerdekaan Malaysia.
Museum Maritim Melaka
Dan diseberang Sungai Melaka terdapat Heerenstraat (Jalan Tan Cheng Lok) and Jonkerstraat (Jonker street) yang menjadi kawasan Chinatown. Ketika sedang asyik menyusuri jalan Tan Cheng Lok, saya meihat sebuah Menara yang seperti pagoda, dan ternyata itu adalah mesjid Kampung Kling. Sebuah mesjid dengan perpaduan budaya timur dan barat, dan dikatakan bahwa mesjid Kampung kling merupakan mesjid tertua di Melaka. Setelah beberapa saat berjalan, sayapun bertemu sebuah bangunan barwarna kuning yang cukup menyolok, "Sri Poyyatha Vinayagar Moorthi Temple", sebuah kuil Hindu pertama di Melaka.
Mesjid Kampung Kling
Sri Poyyatha Vinayagar Moorthi Temple
Dikawasan Chinatown
terlihat deretan rumah-rumah tua berarsitektur China yang masih dijaga
keasliannya. Disepanjang jalan ini terdapat banyak sekali toko antik dan juga
toko souvenir dan restoran dengan harga yang cukup murah. Di jalan ini juga
terdapat sebuah museum perkawinan campuran antara China dan Melayu Melaka yang
bernama “Baba and Nyonya Heritage museum”. Tetapi sayang saya tidak masuk ke
museum ini, karena waktu yang sempit. Lalu sayapun mulai berburu
beberapa souvenir dan kartu pos khas Melaka. Dan tidak lama sayapun bertemu sebuah kelenteng, ‘Cheng
Hoon Temple’, yang merupakan kelenteng Tao tertua di Asia tenggara
Cheng Hoon Temple
Baba and Nyonya Heritage Museum
Ketika sedang
berjalan ke tempat pemberhentian bus menuju ke Melaka Sentral, saya sempatkan
melirik sebuah gereja Katolik yang dibangun pada tahun 1849 oleh pendeta
Prancis, Rev. Farve, sebagai memorial kepada St. Francis Xavier, seorang
misionaris Katolik. Setelah itu sayapun mencoba naik becak dengan hiasan yang
penuh warna warni serta music yang hingar bingar, lumayan menikmati rikshaw ala
Melaka.
Itulah perjalanan
saya sehari di Melaka, kota yang penuh sejarah dengan bangunan yang indah,
percampuran budaya yang tetap terjaga dengan harmonis. Semoga bisa memberi
sedikit masukkan bagi teman-teman traveler yang ingin mengunjungi Melaka. Oh
iya rata-rata tempat bersejarah di Melaka itu gratis kecuali museum.
Happy Traveling….
Ngetrip ke mana lagi ya....
2 comments:
What thanks banget atas informasinya..
sayangnya tidak dijelaskan dari tempat wisata satu ke tempat wisata lainnya naik apa? apakah bisa ditempuh dengan jalan kaki??
@Desi Susana Kalau saya jalan kaki, krn satu tempat ke tempat lainnya dekat2 semua.... jd cukup jalan kaki saja, tapi kl ga mau cape yah naik becak dgn musik dan hiasan beraneka bunga :)
Post a Comment