Thursday, 24 March 2016

Bertemu Tambur Nusantara di Museum Paris








Bagi anda yang sedang berkunjung ke Paris, selain mengunjungi museum Louvre dan Menara Eiffel, mungkin bisa luangkan waktu mengunjungi museum Quai Branly yang tidak jauh dari Menara Eiffel. Di sana dapat dijumpai sebanyak 692 koleksi dari Indonesia, dan salah satunya adalah tambur raksasa abad ke-4 sebelum masehi. Selain tambur raksasa terdapat juga kain sarung batik asal Jawa Timur dari tahun 1900, kursi seremonial osa-osa asal Nias dari abad ke-19, patung ukiran hampatong dari Kalimantan, patung ukiran altar asal pulau Tanimbar, Maluku, pakaian adat Asmat, perhiasan dari Poso, patung batu dari Lombok hingga topeng leak dari Bali.

Museum Quai Branly adalah hasil gagasan mantan Presiden Perancis, Jacques Chirac yang juga diresmikan olehnya pada tahun 2006. Museum dengan luas 40.600 meter persegi ini didedikasikan untuk seni dan budaya dari Afrika, Asia, Oceania, dan Amerika. Terdapat 450.000 objek koleksi, termasuk 1.500 lukisan, 9.000 patung, dan 3.500 koleksi yang terpajang untuk umum, sedangkan 300.000 koleksi benda berharga yang masih tersimpan. Dan setiap koleksi yang terpajang di tata sedemikian rupa sesuai dari benua mana benda itu berasal.

Dan setiap benua memiliki ruangan tersendiri yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan penataan cahaya dan tata letak benda koleksi yang diatur begitu apik. Bahkan kadang diiringi alunan musik khas daerah itu, yang menambah suasana penghayatan semakin khusuk.









Ketika saya dan anak saya mulai mendekati museum ini setelah dari menara Eiffel, dari luar bangunan ini di pagari tembok kaca yang cukup tinggi dengan hiasan garis biru yang berlekuk-lekuk dan sebuah lukisan patung dari Oceania. Selain tembok kaca juga terdapat tembok vegetal dengan panjang 800 meter yang dipenuhi sekitar 15.000 tanaman dari 150 jenis tumbuhan berbeda yang datang dari Jepang, China, Amerika dan Eropa tengah. Tembok vegetal yang unik ini digagas oleh seorang ahli botani yang nyentrik, Patrick Blanc, yang selalu mengecat rambutnya berwarna hijau.



Saat masuk ke dalam pagar kaca terdapat taman di sebelah kiri dan kanan dengan luas 1,8 hektar, sayangnya saat kunjungan kami dibulan Januari yang masuk musim dingin, keindahan taman jadi kurang bersinar, tanaman dan pepohonan telah berubah coklat dan dedaunan telah rontok, tetapi keasrian taman ini masih mengisakan keindahannya. Taman yang ditata oleh Gilles Clément ini terdapat 169 pepohonan dan 72.000 tanaman yang di rawat secara alami. Dan dibeberapa bagian dari taman ini, tanaman dibiarkan tumbuh secara liar yang tampak seperti semak belukar dan pepohonan yang tumbuh dengan bebas.



 Pemandangan dgn latar menara Eiffel






Setelah melewati taman maka sampailah di loket pembelian tiket, dengan harga 12.00 Euro para pengunjung dapat menikmati semua koleksi museum tetap dan Expositions Temporaires/ pameran temporer (tak tetap), atau 9.00 Euro hanya untuk koleksi museum tetap atau hanya pameran temporer saja. Untuk anak dibawah 18 tahun, para pengajar, pangangguran dan bekas prajurit perang dapat masuk secara gratis dengan menunjukkan kartu identitas atau surat pernyataan.

Dan setiap minggu pertama diawal bulan, seluruh museum di Paris tidak dikenakan biaya alias gratis untuk umum. Menarik bukan?

Bagi masyarakat Perancis, museum adalah bagian budaya yang penting di dalam kehidupan mereka, makanya hampir semua museum selalu terdapat antrean yang panjang, khususnya minggu diawal bulan.



Setelah membeli tiket, kamipun masuk ke lobi utama dan untuk menuju ke koleksi utama yang terdapat di lantai 2, para pengunjung akan melalui sebuah jalan melingkar yang menuju ke lantai atas, karena tidak ada tangga ataupun escalator ke lantai 2. Bangunan museum ini terdapat 4 lantai , pada lantai dasar terdapat beberapa ruangan, seperti ruang edukasi, ruang kelas, cinema, dan teater Claude Lévi-Strauss.Di lantai 1 hanya terdapat lobi utama dan jalan menuju ke lantai 2. Pada Lantai 2 terdapat koleksi utama museum. Nah pada lantai 3 ini cukup unik, karena dibangun 3 ruangan tetapi terpisah satu sama lainnya yang tidak saling terhubung, dan setiap ruangan terdapat tangga naik tersendiri. Dan di lantai inilah terdapat koleksi temporer/ pameran tidak tetap, dan satu ruang multimedia. Dan di lantai 4 terdapat perpustakaan dan restauran, dimana buku-buku di perpustakaan  dapat dipinjam dan dibawa keluar setelah menjadi anggota dengan syarat hanya untuk penelitian, guru, pelajar dan profesor.



Sepanjang jalan menuju ke lantai 2 saya dan anak saya terkagum-kagum dengan sungai kata-kata yang berserakan dan mengalir bagaikan aliran sungai dari pegunungan dan dari celah-celah bebatuan, karena ada kata-kata yang keluar dari celah pintu, mengalir dari pilar bangunan dan muncul dari lantai bagaikan mata air. Sensasi yang terasa membuat anak saya berkhayal seakan-akan bermain di aliran sungai, iapun berloncatan dan mencelupkan kakinya, padahal itu adalah kata-kata yang mengalir. Dan anak-anak pengunjung lainpun sama serunya mengejar sungai kata-kata ini.








Ketika sampai di lantai 2, terdapat sebuah lobi dengan 2 jalur masuk menuju ke koleksi utama, dan setelah menunjukkan tiket, bagi para turis asing yang tidak mengerti bahasa Perancis dapat meminta audio guide untuk bahasa Inggris atau bahasa lainnya.  Setelah melewati pemeriksaan tiket, pengunjungpun langsung disuguhi dengan sebuah patung ukiran yang tingginya mencapai 16 meter berasal dari desa Indian di wilayah British Columbia, Canada, lalu sebuah patung kepala Maoi dari pulau Easter dari abad ke-11-15.

Setalah itu terdapat denah lokasi koleksi 4 benua, dan pengunjung bisa memilih akan mengunjungi  koleksi mana yang akan dilihat atau menyusuri tanda petunjuk secara berurutan satu per satu tiap koleksi dari 4 benua yang dipajang.



Di dalam ruangan yang penuh koleksi ini, penerangan diatur agak redup dengan lampu sorot yang langsung ke benda koleksi, sehingga suasana ruangan yang agak redup ini menambah aura mistis akan tiap koleksi.

Ada koleksi yang dilindungi dalam kotak kaca ataupun dipajang secara terbuka. Setiap kali saya melihat suatu koleksi yang dihasilkan secara tradisional dengan alat sekadarnya dari abad lampau oleh masyarakat pada masa itu, membuat saya terkagum-kagum akan rasa seni dan budaya tiap negara. Dan dari setiap benda yang terpajang selalu ada cerita dibelakangnya, sehingga menambah wawasan akan budaya bangsa lain yang begitu harmoni dengan alam dan indah.





patung kepala Maoi dari pulau Easter




Pada koleksi Oceania, terdapat beberapa koleksi perahu yang penuh ukiran yang terbuat dari sebatang pohon, dan juga koleksi ukiran patung yang membentuk binatang dengan ukuran besar.

Ada juga koleksi dari berbagai jenis pakaian dan topeng untuk acara adat atau tarian persembahan dari setiap wilayah di Afrika, Asia, Ocenia bahkan Amerika.  Bahkan benda logampun dibentuk dengan berbagai fungsi dan ukiran yang indah seperti patung Budha dari Myanmar.

Selain itu juga terdapat koleksi batu megalitikum dari abad ke-2 sebelum masehi dari Senegal.













Lalu akhirnya sampailah saya di koleksi tanah air, dan yang paling menonjol tentu saja tambur raksasa, yang selain berhasil menghipnotis saya juga pengunjung lain yang datang ke museum ini. Dan disinilah untuk pertama kalinya saya melihat tambur kuno dari abad ke-4 sebelum masehi dari Indonesia yang ditemukan di wilayah timur Jawa. Selain tambur raksasa, koleksi lain dari tanah air yang terpajang adalah gelang Batak Karo,  tempat duduk seremonial osa-osa dari Nias, patung ukiran dari suku Dayak di Kalimantan, patung dari pulau Flores, tiang bangunan rumah betang dengan ukiran yang cantik dari suku dayak di Kalimantan, altar yang penuh ukiran dari Maluku, patung-patung kecil bahkan ada yang dengan kepala tengkorak manusia dari Nias, maluku dan Papua. Perisai dan baju perang dari Kalimantan, Maluku, pulau Timor dan Papua, bahkan terdapat wayang sigale-gale Batak. Di museum ini saya begitu menikmati koleksi budaya Indonesia yang begitu indah yang bahkan ada beberapa yang belum pernah saya lihat selama di Indonesia. Dan tidak hanya itu, sayapun menjelaskan tiap koleksi serta budaya Indonesia kepada anak saya, untuk dia mengenal budaya dari negara ibunya.



 Tambur raksasa





 Tiang bangunan dr Dayak






Selama saya menikmati koleksi dari Nusantara, ada rasa bangga bahwa budaya Indonesia yang begitu indah terdapat di museum Paris ini, tetapi disisi lain ada rasa sedih juga karena dari semua koleksi itu, tidak ada yang datang dari museum Indonesia melainkan sumbangan dari beberapa museum seperti dari museum Barbier-Mueller, Jenewa-Swiss, museum Berlin, bahkan koleksi dari para kolektor besar seperti Roland Bonaparte, Mission Louis Berthe dan Van Daalen. Para kolektor ini menyumbangkan koleksinya untuk menjaga sejarah dan budaya dari tiap negara supaya dapat dikenal luas.



Selain koleksi utama/ tetap di lantai 2, pada saat kunjungan kami terdapat dua pameran temporer di lantai 3 yang bertemakan 'Sepik', yaitu seni dari Papua New Guinea dan 'Esthétiques de l'Amour', koleksi dari Siberia tentang interaksi antara manusia dan alam yang tidak ramah dan dunia spiritual.



Dibutuhkan waktu 2-3 jam untuk menikmati koleksi dan pameran di museum ini. Terdapat dua pintu masuk ke museum Quai Branly, yaitu dari jalan Quai Branly di utara dan jalan l'Université di selatan. Dan yang paling umum adalah dari jalan Quai Branly yang dapat diakses dengan Metro, bus, bahkan Batobu/ perahu pesiar. Dan hanya 500 meter dari menara Eiffel..



Happy Traveling....

Ngetrip ke mana lagi...

2 comments:

Mirwan Choky said...

Asiknyaaa... Kapan ya saya bisa kesini. Salam blogger!

Diary si kepik said...

@Mirwan Choky salam blogger juga.... pasti bisa suatu hari nanti... :)