Bagi anda yang
sedang berkunjung ke Paris, selain mengunjungi museum Louvre dan Menara Eiffel,
mungkin bisa luangkan waktu mengunjungi museum Quai Branly yang tidak jauh dari
Menara Eiffel. Di sana dapat dijumpai sebanyak 692 koleksi dari Indonesia, dan
salah satunya adalah tambur raksasa abad ke-4 sebelum masehi. Selain tambur
raksasa terdapat juga kain sarung batik asal Jawa Timur dari tahun 1900, kursi
seremonial osa-osa asal Nias dari abad ke-19, patung ukiran hampatong dari
Kalimantan, patung ukiran altar asal pulau Tanimbar, Maluku, pakaian adat
Asmat, perhiasan dari Poso, patung batu dari Lombok hingga topeng leak dari
Bali.
Museum Quai
Branly adalah hasil gagasan mantan Presiden Perancis, Jacques Chirac yang juga
diresmikan olehnya pada tahun 2006. Museum dengan luas 40.600 meter persegi ini
didedikasikan untuk seni dan budaya dari Afrika, Asia, Oceania, dan Amerika.
Terdapat 450.000 objek koleksi, termasuk 1.500 lukisan, 9.000 patung, dan 3.500
koleksi yang terpajang untuk umum, sedangkan 300.000 koleksi benda berharga
yang masih tersimpan. Dan setiap koleksi yang terpajang di tata sedemikian rupa
sesuai dari benua mana benda itu berasal.
Dan setiap
benua memiliki ruangan tersendiri yang saling berhubungan satu sama lainnya
dengan penataan cahaya dan tata letak benda koleksi yang diatur begitu apik.
Bahkan kadang diiringi alunan musik khas daerah itu, yang menambah suasana
penghayatan semakin khusuk.
Ketika saya
dan anak saya mulai mendekati museum ini setelah dari menara Eiffel, dari luar
bangunan ini di pagari tembok kaca yang cukup tinggi dengan hiasan garis biru
yang berlekuk-lekuk dan sebuah lukisan patung dari Oceania. Selain tembok kaca juga
terdapat tembok vegetal dengan panjang 800 meter yang dipenuhi sekitar 15.000
tanaman dari 150 jenis tumbuhan berbeda yang datang dari Jepang, China, Amerika
dan Eropa tengah. Tembok vegetal yang unik ini digagas oleh seorang ahli botani
yang nyentrik, Patrick Blanc, yang selalu mengecat rambutnya berwarna hijau.
Saat masuk ke
dalam pagar kaca terdapat taman di sebelah kiri dan kanan dengan luas 1,8
hektar, sayangnya saat kunjungan kami dibulan Januari yang masuk musim dingin,
keindahan taman jadi kurang bersinar, tanaman dan pepohonan telah berubah
coklat dan dedaunan telah rontok, tetapi keasrian taman ini masih mengisakan
keindahannya. Taman yang ditata oleh Gilles Clément ini terdapat 169 pepohonan
dan 72.000 tanaman yang di rawat secara alami. Dan dibeberapa bagian dari taman
ini, tanaman dibiarkan tumbuh secara liar yang tampak seperti semak belukar dan
pepohonan yang tumbuh dengan bebas.
Pemandangan dgn latar menara Eiffel
Setelah
melewati taman maka sampailah di loket pembelian tiket, dengan harga 12.00 Euro
para pengunjung dapat menikmati semua koleksi museum tetap dan Expositions
Temporaires/ pameran temporer (tak tetap), atau 9.00 Euro hanya untuk koleksi
museum tetap atau hanya pameran temporer saja. Untuk anak dibawah 18 tahun,
para pengajar, pangangguran dan bekas prajurit perang dapat masuk secara gratis
dengan menunjukkan kartu identitas atau surat pernyataan.
Dan setiap
minggu pertama diawal bulan, seluruh museum di Paris tidak dikenakan biaya
alias gratis untuk umum. Menarik bukan?
Bagi
masyarakat Perancis, museum adalah bagian budaya yang penting di dalam
kehidupan mereka, makanya hampir semua museum selalu terdapat antrean yang
panjang, khususnya minggu diawal bulan.
Setelah
membeli tiket, kamipun masuk ke lobi utama dan untuk menuju ke koleksi utama
yang terdapat di lantai 2, para pengunjung akan melalui sebuah jalan melingkar
yang menuju ke lantai atas, karena tidak ada tangga ataupun escalator ke lantai
2. Bangunan museum ini terdapat 4 lantai , pada lantai dasar terdapat beberapa
ruangan, seperti ruang edukasi, ruang kelas, cinema, dan teater Claude
Lévi-Strauss.Di lantai 1 hanya terdapat lobi utama dan jalan menuju ke lantai
2. Pada Lantai 2 terdapat koleksi utama museum. Nah pada lantai 3 ini cukup
unik, karena dibangun 3 ruangan tetapi terpisah satu sama lainnya yang tidak
saling terhubung, dan setiap ruangan terdapat tangga naik tersendiri. Dan di
lantai inilah terdapat koleksi temporer/ pameran tidak tetap, dan satu ruang
multimedia. Dan di lantai 4 terdapat perpustakaan dan restauran, dimana
buku-buku di perpustakaan dapat dipinjam
dan dibawa keluar setelah menjadi anggota dengan syarat hanya untuk penelitian,
guru, pelajar dan profesor.
Sepanjang jalan menuju ke lantai 2 saya dan anak saya terkagum-kagum dengan sungai kata-kata yang berserakan dan mengalir bagaikan aliran sungai dari pegunungan dan dari celah-celah bebatuan, karena ada kata-kata yang keluar dari celah pintu, mengalir dari pilar bangunan dan muncul dari lantai bagaikan mata air. Sensasi yang terasa membuat anak saya berkhayal seakan-akan bermain di aliran sungai, iapun berloncatan dan mencelupkan kakinya, padahal itu adalah kata-kata yang mengalir. Dan anak-anak pengunjung lainpun sama serunya mengejar sungai kata-kata ini.
Ketika sampai di lantai 2, terdapat sebuah lobi dengan
2 jalur masuk menuju ke koleksi utama, dan setelah menunjukkan tiket, bagi para
turis asing yang tidak mengerti bahasa Perancis dapat meminta audio guide untuk
bahasa Inggris atau bahasa lainnya.
Setelah melewati pemeriksaan tiket, pengunjungpun langsung disuguhi
dengan sebuah patung ukiran yang tingginya mencapai 16 meter berasal dari desa
Indian di wilayah British Columbia, Canada, lalu sebuah patung kepala Maoi dari
pulau Easter dari abad ke-11-15.
Setalah itu terdapat denah lokasi koleksi 4 benua, dan
pengunjung bisa memilih akan mengunjungi
koleksi mana yang akan dilihat atau menyusuri tanda petunjuk secara
berurutan satu per satu tiap koleksi dari 4 benua yang dipajang.
Di dalam ruangan yang penuh koleksi ini, penerangan
diatur agak redup dengan lampu sorot yang langsung ke benda koleksi, sehingga
suasana ruangan yang agak redup ini menambah aura mistis akan tiap koleksi.
Ada koleksi yang dilindungi dalam kotak kaca ataupun
dipajang secara terbuka. Setiap kali saya melihat suatu koleksi yang dihasilkan
secara tradisional dengan alat sekadarnya dari abad lampau oleh masyarakat pada
masa itu, membuat saya terkagum-kagum akan rasa seni dan budaya tiap negara.
Dan dari setiap benda yang terpajang selalu ada cerita dibelakangnya, sehingga
menambah wawasan akan budaya bangsa lain yang begitu harmoni dengan alam dan
indah.
patung kepala Maoi dari
pulau Easter
Pada koleksi Oceania, terdapat beberapa koleksi perahu
yang penuh ukiran yang terbuat dari sebatang pohon, dan juga koleksi ukiran
patung yang membentuk binatang dengan ukuran besar.
Ada juga koleksi dari berbagai jenis pakaian dan
topeng untuk acara adat atau tarian persembahan dari setiap wilayah di Afrika,
Asia, Ocenia bahkan Amerika. Bahkan
benda logampun dibentuk dengan berbagai fungsi dan ukiran yang indah seperti
patung Budha dari Myanmar.
Selain itu juga terdapat koleksi batu megalitikum dari
abad ke-2 sebelum masehi dari Senegal.
Lalu akhirnya sampailah saya di koleksi tanah air, dan
yang paling menonjol tentu saja tambur raksasa, yang selain berhasil
menghipnotis saya juga pengunjung lain yang datang ke museum ini. Dan disinilah
untuk pertama kalinya saya melihat tambur kuno dari abad ke-4 sebelum masehi
dari Indonesia yang ditemukan di wilayah timur Jawa. Selain tambur raksasa,
koleksi lain dari tanah air yang terpajang adalah gelang Batak Karo, tempat duduk seremonial osa-osa dari Nias,
patung ukiran dari suku Dayak di Kalimantan, patung dari pulau Flores, tiang
bangunan rumah betang dengan ukiran yang cantik dari suku dayak di Kalimantan,
altar yang penuh ukiran dari Maluku, patung-patung kecil bahkan ada yang dengan
kepala tengkorak manusia dari Nias, maluku dan Papua. Perisai dan baju perang
dari Kalimantan, Maluku, pulau Timor dan Papua, bahkan terdapat wayang
sigale-gale Batak. Di museum ini saya begitu menikmati koleksi budaya Indonesia
yang begitu indah yang bahkan ada beberapa yang belum pernah saya lihat selama
di Indonesia. Dan tidak hanya itu, sayapun menjelaskan tiap koleksi serta
budaya Indonesia kepada anak saya, untuk dia mengenal budaya dari negara
ibunya.
Tambur raksasa
Tiang bangunan dr Dayak
Selama saya menikmati koleksi dari Nusantara, ada rasa
bangga bahwa budaya Indonesia yang begitu indah terdapat di museum Paris ini,
tetapi disisi lain ada rasa sedih juga karena dari semua koleksi itu, tidak ada
yang datang dari museum Indonesia melainkan sumbangan dari beberapa museum
seperti dari museum Barbier-Mueller, Jenewa-Swiss, museum Berlin, bahkan
koleksi dari para kolektor besar seperti Roland Bonaparte, Mission Louis Berthe
dan Van Daalen. Para kolektor ini menyumbangkan koleksinya untuk menjaga
sejarah dan budaya dari tiap negara supaya dapat dikenal luas.
Selain koleksi utama/ tetap di lantai 2, pada saat
kunjungan kami terdapat dua pameran temporer di lantai 3 yang bertemakan
'Sepik', yaitu seni dari Papua New Guinea dan 'Esthétiques de l'Amour', koleksi
dari Siberia tentang interaksi antara manusia dan alam yang tidak ramah dan
dunia spiritual.
Dibutuhkan waktu 2-3 jam untuk menikmati koleksi dan
pameran di museum ini. Terdapat
dua pintu masuk ke museum Quai Branly, yaitu dari jalan Quai Branly di utara
dan jalan l'Université di selatan. Dan yang paling umum adalah dari jalan Quai
Branly yang dapat diakses dengan Metro, bus, bahkan Batobu/ perahu pesiar. Dan
hanya 500 meter dari menara Eiffel..
Happy Traveling....
Ngetrip ke mana lagi...
2 comments:
Asiknyaaa... Kapan ya saya bisa kesini. Salam blogger!
@Mirwan Choky salam blogger juga.... pasti bisa suatu hari nanti... :)
Post a Comment