Saturday, 20 December 2014

Terkenang Setahun Tsunami Aceh




Pemandangan dari pesawat


Ketika banyak berita di Eropa untuk memperingati 10 tahun tsunami yang terjadi di samudera Hindia, dengan dampak paling parah adalah Nagroe Aceh Darusalam, sayapun teringat ketika mengunjungi provinsi ini pada tahun 2005, setahun setelah tsunami.
Tadinya kunjungan saya untuk menjelajahi Sabang, tetapi ketika kami keluar dari Bandar Udara International Sultan Iskandar Muda, sepanjang jalan ke Banda Aceh yang terlihat hanya tanah lapang dengan beberapa rumah, yang masih berdiri setelah disapu oleh air akibat gempa bumi 9,3 skala richter, yang terjadi 160 km sebelah barat Aceh. Maka kamipun memutuskan menjelajahi Banda aceh dan sekitarnya saja.

Setelah meletakkan ransel di hotel, kamipun menuju ke landmark kota ini, mesjid Raya Baiturrahman, yang berdiri megah setelah diterjang tsunami. Mesjid yang terletak di jantung kota ini dibangun pada tahun 1612 oleh Sultan Iskandar Muda sebagai mesjid kesultanan Aceh. Dan di mesjid inilah ratusan orang mengungsi dari bencana tsunami.


 Mesjid Raya Baiturrahman

   

Setelah itu kamipun lanjut ke desa Punge, Blancut, dimana terdapat sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung yang terdampar di tengah-tengah pemukiman penduduk. Kapal dengan panjang 63 meter dan berat 2.600 ton ini merupakan sumber tenaga listrik bagi wilayah Ulee Lheue yang ditambatkan di perairan Aceh. Ketika terjadi tsunami kapal ini terseret gelombang pasang setinggi 9 meter hingga sejauh 5 km. Tidak ada yang membayangkan kapal ini terhempas hingga ke jantung kota Banda Aceh. Ukuran kapal yang besar dibandingkan dengan rumah penduduk sekitarnya menjadi pengingat akan dahsyatnya gelombang tsunami.

 

 PLTD Apung



Perjalanan lanjut menuju ke pantai Ulee Lheue, disepanjang jalan kami hanya melihat tanah lapang yang masih tergenang air di beberapa bagian serta kolam-kolam air yang dulunya merupakan bangunan rumah pênduduk yang sudah hilang di sapu air, yang tertinggal hanya puing-puing bekas bangunan saja. Serta terdapat beberapa kapal nelayan yang terdapar hingga di daratan. Lalu kami juga melihat beberapa rumah darurat yang dibangun pemerintah atau organisasi bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi dan penduduk yang telah kehilangan rumahnya. Ketika kami sampai di pantai ini, terdapat banyak bekas puing bangunan yang berserakan di sepanjang pantai, tetapi pesona pantai ini tetap terlihat indah dengan pemandangan pulau-pulau kecil dikejauhan serta perbukitan yang menjadi latar. 


 Tanah bekas bangunan yg sudah tinggal puing



 Pantai Ulee Lheue


 Perahu nelayan di daratan bekas pemukiman


Lalu kami lanjut ke pantai Lampu'uk, sebuah pantai di wilayah Lhok Nga, Aceh Besar, sekitar 30 menit dari kota. Sepanjang jalan kami melihat perbukitan yang berjejer dengan persawahan yang mulai menguning, pemandangan yang indah sekali, kontras dengan langit yang mulai mendung. Tidak bosan-bosannya saya mengagumi pemandangan yang tersaji ini, tidak ada rasa bahwa daerah ini pernah di landa tsunami. Ketika kami sampai di pantai yang mempunyai garis pantai yang panjang ini, sudah begitu banyak turis lokal yang bermain-main di tepian pantai. Pantai ini ada bagian yang landai, yang berbatu-batu serta laguna, dan dibelakang terdapat perbukitan. Dan menurut penjelasan penduduk sekitar, ketika tsunami, air pasang hingga ke perbukitan dan memporak-porandakan rumah-rumah penduduk serta semua bangunan di pantai. Walau tidak ada bangunan satupun di sepanjang pantai, dan banyak bagian yang rusak karena gelombang tsunami, pantai Lhok Nga tetap indah dengan ombaknya yang cukup besar.
Setelah itu kamipun kembali ke hotel, untuk persiapan perjalanan esoknya.



Pemandangan sawah dgn perbukitan



Pantai Lhok Nga





Keesokkannya, sebelum kembali ke Jakarta, kamipun berkunjung ke Taman Sari Gunongan dan Kandang yang terletak dalam kota, tidak jauh dari mesjid Raya Bauturrahman. Adapun warisan dari Sultan Iskandar Muda ini dibangun pada tahun 1630-1653, yang dipersembahkan untuk permaisuri tercinta, Putri Kamaliah (Putroe Phang), putri Sultan Pahang. Gunongan adalah sebuah bangunan persegi enam berbentuk seperti kelopak bunga yang sedang mekar. Gunongan yang berarti gunung, dibangun semirip mungkin dengan kampung halaman sang permaisuri di Pahang, Johor, yang dikelilingi pegunungan. Bangunan tiga tingkat yang serba putih ini memiliki tinggi 9,5 meter dan terdapat 7 anak tangga yang hanya muat satu orang, dan dari puncak bangunan, kita dapat melihat sungai Daroy, taman Kandangan serta Kerkhoff Peutjut(kuburan kolonial Belanda. Dimana Terdapat makam Jenderal Köhler, jenderal Belanda yang tewas saat agresi militer tahun 1873).
Sedangkan Kandangan adalah sebuah bangunan berbentuk persegi, digunakan sebagai tempat Putri Pahang beristirahat, seusai berenang di sungai Daroy.


Taman Sari Gunongan dan Kandang



Kandang

 
Akhirnya tiba waktunya kami harus ke bandara dan kembali ke Jakarta.
Suatu perjalanan yang cukup memberi saya pelajaran akan gejolak alam yang begitu hebat.



No comments: