Sudah begitu lama saya ingin ke gunung
Bromo untuk melihat matahari terbit dari puncak gunung Bromo. Dan
akhirnya kesempatan itu datang ketika ada ajakan ke Gunung Bromo dari
club pecinta alam.
Dan pada saat hari yg dinantikan
datang, jam 19.00 kami berkumpul di pasar Festival, Jakarta Selatan
untuk berangkat ke Bromo dengan bus sewaan. Perjalanan memakan waktu
yang cukup lama, hampir 14 jam, karena ada masalah dengan Lumpur
Lapindo pada waktu itu di Porong Sidoarjo, Yang membuat kami harus
menuju kearah lain lewat Probolinggo. Akhirnya kami sampai juga di
Cemara Lawang, hotel dimana kami menginap pada jam 10 malam.
Setelah makan malam kami semua langsung
tertidur lelap dan tanpa sadar tiba-tiba ada ketukan di pintu… Rupanya
morning call jam 3 subuh untuk bersiap-siap menuju ke bukit
Penanjakan, di mana kami akan melihat pemandangan matahari terbit
dari balik awan diatas gunung Bromo. Kami telah bersiap di dalam
hardtop dan tepat jam 3.30 kami berangkat.
Gunung Bromo, Batok dan Semeru
Perjalanan yang kami lalui sangat
menantang karena saya merasakan banyak goncangan hebat dan seakan
kami ini sedang berlomba dalam off road show…..dengan bapak supir
yang handal tentunya!!
Setelah melewati goncangan demi
goncangan tibalah kami di parkiran mobil, dan kami bukanlah yang
pertama tiba di sana, tetapi sudah begitu banyak hardtop-hardtop yang
terparkir. Ketika kami keluar dari mobil, udara dingin langsung
menyerbu, untung kita telah diperingatkan harus memakai baju hangat 2
lapis, topi, sarung tangan dan tidak ketinggalan sang kamera
tercinta. Kami lalu berjalan kaki menuju ke atas puncak bukit
Penanjakan dengan jarak yang cukup jauh dengan jalan yang
menanjak….dan tibalah kami di tujuan, tempat untuk melihat sang
surya mengintip dari balik awan.
Detik demi detik penantian sang surya
muncul akhirnya dimulai, ketika titik pertama keluar….klik,klik,klik,
srret,srret…rupanya semua orang mengarahkan kamera, handycam baik
perorangan ataupun dari stasiun tv untuk meliput momen yang berharga
ini, yang sering disebut golden moment. Dari hanya satu titik warna
orange di balik awan, lama-lama menjadi besar dan berubah warna
semakin orange dan mulai kuning dan akhirnya menjadi putih
kekuningan….sungguh luar biasa perubahan warna ini…..
Dan ketika saya menoleh ke kanan di
sana telah menunggu pemandangan gunung Bromo, gunung Batok, dan
gunung Semeru yang sebentar-sebentar batuk asap, yang merupakan
rangkain 3 gunung berjejer yang mengagumkan dengan kabut yang
menutupi kaki gunung Bromo. Perasaan membawa kita seakan-akan diatas
awan yg begitu indah. Dan sebaris lagu tergiang di telinga ………….. Negeri di awan dari Katon Bagaskara.
Selfie dulu sebelum jalan
Setelah beberapa jam di atas bukit
Penanjakan, lalu kamipun kembali ke hardtop untuk menuju ke gunung
Bromo. Dan kembali kami lalui jalan yang penuh goncangan lalu
melewati padang pasir caldera…. Akhirnya kami sampai di parkiran
mobil dan kami memutuskan untuk menyewa kuda hingga sampai ke kaki
Bromo. Dan dari sana kami melanjutkan dengan naik tangga yang
berjumlah 135 anak tangga hingga tiba di bibir kawah Bromo.
Perjalanan yg cukup menantang
Tangga menuju ke puncak Bromo
Begitu saya sampai di atas…pemandangan
yang disuguhkan sungguh luar biasa, kawah yang dipenuhi asap belerang
dan gunung yang masih aktif….serta pemandangan jauh di padang pasir
caldera ada sebuah pura Hindu, mayoritas penduduk Tengger Caldera
adalah Hindu yang sama dengan di Bali. Dan setiap tahun mereka selalu
ada perayaan Kasodo, yaitu perayaan mempersembahkan makanan, sayuran
serta buah-buahan ke kawah Bromo, di mana legenda menceritakan
tentang legenda Roro Anteng dan Joko Seger. Selama bertahun-tahun
mereka tidak dikarunia anak dan akhirnya mereka memohon di gunung
Bromo meminta anak kepada dewa, dan mereka di beri 12 anak, dengan
catatan mereka harus mempersembahkan anak termuda mereka ke kawah
Bromo, maka setiap tahun selalu di peringati perayaan Kasodo ini.
Mencoba berjalan jalan setapak dengan kiri kanan tebing
Pemandangan padang pasir Caldera dgn kuilnya
Setelah itu kamipun kembali ke hotel,
makan siang dan bersiap-siap menuju ke air terjun Madakaripura yang
terletak di Desa Sapeh, kecamatan Lumbang, kabupaten probolinggo.
Setelah 45 menit perjalanan, kamipun sampai di parkiran, dan
perjalanan kami diteruskan dengan berjalan kaki dengan jarak sekitar
1 km. Dan kami melewati jalan setapak yang sebagian sudah di cor dan
beberapa bagian rusak karena banjir, medan yang harus kami lewati
cukup susah, tetapi ketika hampir sampai, dari jauh saya sudah bisa
melihat keindahan air terjun ini.
Air terjun Madakaripura adalah salah
satu air terjun di kawasan taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Ketinggian air terjuan ini sekitar 200 m dan berbentuk curuk yang
dikelilingi tebing-tebing yang menjulang tinggi, dengan tetesan air
pada setiap bagian tebing seperti layaknya hujan, dan tiga
diantaranya mengucur deras membentuk air terjun kembali. Untuk bisa
mencapai hingga dibawah air terjun, kami harus melewati sungai kecil
dengan bebatuan yang licin, walau cukup sulit tetapi keindahan dan
gemuruh dari air terjun ini sungguh spektakuler.
Beberapa baris Air terjun
Air terjun tunggal
Sungai kecil dengan bebatuan yg licin
Patung Gajahmada
Adapun Nama Madakaripura berarti
'tempat terakhir', dimana konon patih Gajahmada menghabiskan akhir
hayatnya dengan bersemedi di lokasi air terjun ini, di dalam sebuah
goa pada air terjun utama. Itulah kenapa terdapat sebuah patung
Gajahmada di tempat parkiran. Meski tidak ada bukti sejarah yang
tertinggal (selain patung buatan masyarakat setempat) di tempat itu,
dan hanya keyakinan masyarakat setempat yang menjadi dasar.
Setelah puas mengagumi air terjun ini,
kamipun kembali ke parkiran dan melanjutkan perjalanan kembali ke
Jakarta. Sungguh Indonesia mempunyai banyak alam
yang indah dan kebudayaan yang sangat beragam….. Tidaklah salah dikatakan "Jamrud Khatulistiwa".
1 comment:
@Travel Jember Malang Iya benar mas, dan semoga saya bisa kembali mengunjunginya dgn anak2 saya dan juga sekaligus bisa ke kawah Ijen :)
Post a Comment