Mengawali dari ajakan teman untuk
menjelajahi keunikan budaya di Tana Toraja (Tator), Sulawesi Selatan,
yang terkenal dengan upacara adat kematian/ Rambu Solok yang dapat
berlangsung selama berhari-hari melibatkan seluruh penduduk desa..
Selain upacara rambu Solok, tentu saja wisata ke makam-makam dimana
jenazah tidak dikuburkan di tanah. Budaya
Toraja memang tidak menguburkan mayat di dalam tanah. Mereka
menganggap bahwa tanah merupakan pemberian Yang Maha Kuasa yang wajib
dijaga kesuciannya. Oleh sebab itu mereka meletakkan sanak keluarga
yang sudah meninggal ke dalam batu atau batang-batang pohon. Karena
kekayaan budayanya yang unik ini, pada tahun 2004 Tana Toraja dimasukkan
dalam daftar sementara warisan budaya dunia oleh UNESCO (Inscription
World Heritage-C1038).
Dan inilah kami dalam perjalanan dengan
bus selama 8 jam dari Makassar ke Tana Toraja. Selama dalam
perjalanan, saya sangat menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh
alam pegunungan kapur, lembah-lembah yang cantik dengan persawahan
yang hijau, serta rumah-rumah tradisional Bugis dan Toraja yang unik.
Tana Toraja terletak didaratan tinggi yang dikelilingi pegunungan
dengan lereng yang curam dan tentu saja dengan cuaca yang sejuk.
Jam menunjukkan pukul 5:00 pagi ketika
kami sampai di Rantepao, lalu kamipun menyewa ojeg motor dan langsung
check in ke hotel untuk beristirahat sebentar sebelum mulai
menjelajahi kabupaten ini.
Sungai Sa'dan
Hotel tempat kami menginap
Transportasi di Rantepao
Jam 8:00 pagi kamipun mulai keluar dari
hotel setelah sarapan pagi dengan ditemani kopi khas Toraja. Tempat
pertama yang ingin kami kunjungi adalah Ke'te Kesu, 4 km dari
tenggara Rantepao . Dan untuk mencapai ke sana kamipun menyewa mobil
yang dikenalkan bapak tukang ojeg motor yang baik, dan dalam
perjalanan, bapak supirnyapun mulai bercerita bahwa nenek moyang suku
bangsa Toraja, berasal dari dataran tinggi Cina Selatan atau dari
Indochina pada masa ribuan tahun silam, lalu mereka mengarungi lautan
dan ketika terjadi badai topan, merekapun mendarat di sebuah pulau
dan menggunakan kapal mereka sebagai atap sebagai pelindung. Yang
akhirnya melahirkan rumah tradisional Toraja dengan atap seperti
bentuk kapal dan semuanya menghadap ke arah utara dimana asal usul
mereka.
Akhirnya
kitapun sampai di Ke'te Kesu, saat memasuki kawasan Kete’ Kesu yang
kita jumpai pertama kali adalah deretan penjual souvenir, dan tidak
lupa sayapun membeli sebuah lukisan bermotif ukiran khas Toraja yaitu
rumah Tongkonan. Ketika menginjakkan kaki di kompleks ini, kami
disuguhkan pemandangan rumah Tongkonan yang berbaris rapi berhadapan
dengan lumbung padi, bentuk Tongkonan sangat
khas yang memiliki atap yang besar dan tinggi menjulang berbentuk
seperti perahu. Atap rumah terbuat dari susunan bambu, dan pada
bagian atas depan rumah diberikan hiasan yang didominasi oleh warna
orange dan hitam, serta terdapat deretan tanduk kerbau yang terpajang
disebuah tiang di bagian depan rumah. Tanduk kerbau tersebut
merupakan simbol status sosial pemilik rumah dan sudah berapa kali
melakukan upacara rambu solo (upacara pemakaman).
Dalam kompleks ini, terdapat 6
Tongkonan dan 12 lumbung padi, dan tidak jauh dari kompleks
Tongkonan, kami melalui sebuah tangga batu dan bertemu dengan pekuburan dengan puluhan tengkorak dan
tulang belulang yang diletakan
bertumpuk di peti – peti yang sudah nampak usang dan rapuh.
Sedangkan beberapa peti yang lain masih berada di dinding tebing dan
ditopang dengan balok-balok kayu. Dan sayapun tidak berlama-lama di
sini.
Tongkonan di Ke'te Kesu
Deretan tanduk kerbau
Pekuburan di Ke'te Kesu
kamipun lanjut ke pekuburan
Batu Lemo, tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Lemo
adalah pekuburan
berupa dinding tebing tinggi yang di lubangi, dan lubang-lubang
tersebut diisi oleh peti-peti jenazah. Diatas tebing tersebut juga
terdapat deretan patung kayu yang di sebut 'tau-tau'. Setiap tau tau
mewakili satu jenazah yang dikubur di dinding batu tersebut. Konon
kawasan pemakaman ini sudah ada sejak abad ke-16. Dan untuk membuat
lubang ini diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya
sekitar Rp. 30 jutaan, lama ya?
Selain
pekuburan di dinding, kita juga melihat pemandangan yang asri di
sini, hamparan sawah, hutan yang hijau serta bukit-bukit cadas yang
megah. Di sini juga terdapat deretan toko-toko suvenir, dan saya
melihat bahwa tau-taupun bisa dibeli dan menjadi suvenir khas Toraja,
menarik yah?
Pekuburan Lemo
Pemandangan di Lemo
Perjalanan
kamipun lanjut menuju ke Londa, sebuah pekuburan batu di dinding
bukit. Ketika kami sampai, yang pertama menyambut kami tentu saja
deretan toko-toko suvenir. Dan tidak jauh kami melihat sebuah bukit
yang cukup curam dengan peti mati bertumpuk dicelah bebatuan, dan
patung
kayu manusia lengkap dengan pakaian berjejer rapi di dinding tebing
yang dipahat ibarat jendela sebuah rumah. Tidak jauh dari makam
gantung ini terdapat sebuah goa makam yang usianya ratusan tahun.
Kamipun beranikan diri masuk ke makam goa ini dengan seorang guide
yang membawa lampu petromax.
Di dalam goa kami menemukan puluhan peti mati yang di sebut 'Erong'.
Bentuknya bisa seperti babi, perahu, kerbau, bila bentuknya kerbau
menandakan bahwa di dalam peti ini terbaring mayat seorang pria. Dan
bila berbentuk babi, maka berarti yang ada di dalamnya adalah mayat
perempuan. Selain erong-erong, kami juga melihat tulang belulang
berceceran di lantai, tengkorak-tengkorak yang tersusun di dinding
goa atau di celah-celah bebatuan goa. Bila saya solo traveling ke
sini, mungkin saya sudah ngacir duluan, dan sayapun memandang teman
saya dan dia tersenyum untuk menenangkan saya yang sudah tidak
tenang. Dan tidak memerlukan waktu lama kamipun keluar dari goa dan
lanjut ke destinasi selanjutnya.
Pekuburan di Londa
tengkorak yg diletakkan di dinding goa
Pekuburan Goa di Londa
Pekuburan goa di Londa
Perjalanan
terakhir kami adalah Batu Tumonga, yang terletak dilereng Gunung
Sesean yang merupakan gunung tertinggi di Toraja. Dan adalah tempat
terbaik untuk menyaksikan keindahan Tana Toraja dari tempat ini,
termasuk panorama kota Rantepao dan lembah sekitarnya.
Dan
di tempat ini juga terdapat sekitar 56 batu menhir dengan rata-rata
tinggi sekitar 2-3 m, dan dalam satu lingkaran menhir terdapat 4
pohon di bagian tengahnya.
Tidak
hanya di negara Eropa saja yang memiliki menhir, Indonesia juga punya
dan dapat kita temukan di Tana Toraja, tanah para raja 'The Land of
Heavenly King'.
Walaupun
kami tidak sempat menyaksikan upacara Rambu Solok, dan juga beberapa
tempat yang masih belum kami kunjungi, tetapi kami
merasa inilah perjalanan kami yang tak akan terlupakan.
Menhir
Pemandangan di Batu Tumonga
Pemandangan dr Batu Tumonga
Kerbau bule
2 comments:
dianatra semua rumah adat aku paling suka rumah adat toraja, aku punya miniatur rumah adat toraja loh
@Tira Soekardi wahhh suka koleksi rumah miniatur yah...? Bentuknya unik yah?
Post a Comment