Sunday 26 April 2015

Keukenhof Yang Menawan







Dulu ketika masih jaman sekolah, Saya sering mendengar kata Negeri Belanda, tulip, kincir angin, VOC, noni Belande, Meneer, dan sebagainya hingga saya dewasa dan mempunyai keluarga, semua kata-kata itu tetap dalam ingatan yang tak pernah hilang di telan jaman, dan karena itulah saya terinspirasi untuk suatu saat akan mengunjungi negeri Belanda... Dan akhirnya tercapai juga cita-cita menginjakkan kaki di tanah Belanda, menikmati keindahan taman tulip dan mengagumi kemegahan kincir angin tentunya....
Saat kaki menginjak di Belanda, hatikupun berteriak, 'Emakkkkk.... akhirnya ane ke Belandeee...'. Betapa senang dan girangnya, seperti anak kecil mendapat mainan terbarunya, seperti itulah diriku saat itu.... 

Dan inilah perjalanan kami sekeluarga, saya dan 2 orang anak (4 dan 1,5 tahun), suami serta adik saya yang sedang berkunjung ke Perancis. Kami berangkat dari Sancerre, Perancis tengah menuju ke kota Leiden, dengan jarak 683 km. Kami berangkat dari pagi dengan mobil pribadi, dan karena saya membawa anak kecil, maka hampir setiap saat berhenti untuk ke toilet dan mengisi perut, jadi perjalanan yang seharusnya 8 jam menjadi 12 jam! Untung suami sopir yang handal.
Sesampai di camping tempat kami menginap, jam sudah menunjukkan diatas jam 10 malam, alhasil masuk rumah camping langsung isi perut dan tidur.

Keesokkan harinya setelah sarapan, hal pertama dalam pikiran kami adalah melihat keindahan bunga tulip, kamipun langsung menuju ke taman bunga Keukenhof, yang terletak di Lisse, hanya 25 menit dari tempat kami menginap, atau 37km dari Amsterdam.
Bunga tulip memang identik dengan negara Belanda, walaupun aslinya bunga ini berasal dari Turki dan pertama kali diperkenalkan ke Belanda oleh seorang ahli hortikultura yang bernama Caeolus Clusius pada abad ke-16. Karena keindahan bunga ini, maka dikembangkan spesimen-spesimen baru dan hasilnya Belanda menjadi pengekspor bunga tulip terbesar di dunia.




Taman bunga Keukenhof dengan luas 32 hektar ini terdapat sekitar 7 juta koleksi bunga tulip, daffodil, hyacinth dan bunga jenis lainnya, yang bermekaran indah pada musim semi. Garden of Europe ini mempunyai tema yang berbeda setiap tahunnya dan tahun 2015 ini dengan tema 'Van Gogh', dimana terdapat foto portrait Van Gogh dengan ukuran besar yang dihiasi bunga tulip dan hyacinth. Daya tarik utama dari taman ini tentu saja bunga tulip dengan berbagai jenis variannya yang berwarna warni. Keanekaragaman hayati yang menghiasi Garden of Europe ini ditanam, ditata dan diatur sedemian rupa, dan ditambahkan dengan sentuhan budaya Belanda tentunya, yang membuat taman ini begitu cantik dengan barisan dan taman bunga yang akan membuat kita lupa waktu selama berada di sini.






 Bunga Hyacinth yang semerbak mewangi


 
Selama kunjungan kami di taman ini, kami sangat menikmati berbagai jenis taman yang ada di dalam kawasan ini, jalan setapak dengan kanan kiri bunga-bunga yang bermekaran serta wanginya yang menyegarkan, kanal serta kolam yang di ditengah taman. Pada kawasan Wilhelmina yang adalah sebuah rumah kaca dengan kumpulan berbagai jenis tulip, dengan berbagai bentuk dan warna, serta terdapat jenis-jenis bunga lain yang bermekaran dengan indahnya, membuat saya enggan keluar dari kawasan ini. Selain kawasan Wilhelmina, terdapat juga kawasan Beatrix, Juliana/Tulpomania, Oranje Nassau, dan Willem-Alexander. Terdapat juga sebuah kincir angin, dan kita dapat naik keatas dan melihat barisan kebun tulip ataupun kebun hyacinth dengan bau harum yang semerbak. Dan tidak lupa para pengunjung dapat berfoto di perahu kecil dengan hiasan bunga tulip dibelakang perahu, tetapi harus sabar mengantri ya, soalnya banyak turis yang juga ingin mengabadikan momen indah di taman ini. selain jalan kaki berkeliling di taman ini, tersedia juga kapal kecil untuk pengunjung berkeliling melewati kanal-kanal di taman Keukenhof ini. 
Tanpa terasa haripun sudah siang, kamipun mencari makan siang di salah satu stand di dekat taman bermain anak-anak, dan tentu saja kami mencoba makanan khas Belanda yang simpel ala jajanan jalanan, seperti poffertjes serta keju gouda dan juga sosis khas negeri ini. Ketika sedang menikmati makan siang, kami bertemu dua anak muda yang sedang kuliah di London, kamipun ngobrol dengan serunya. 














 
Setelah beristirahat dan anak-anak puas bermaian di taman serta melihat berbagai binatang, kamipun keluar dari taman bunga Keukenhof ini, dan tidak lupa mencari oleh-oleh di toko-toko suvenir yang banyak terdapat di Taman Keukenhof ini. Begitu banyak suvenir khas Belanda ditawarkan, terutama klompen, yaitu sepatu kayu khas Belanda yang di hias berwarna warni, dan berbagai hiasan dengan gambar windmolen atau kincir angin, serta patung keramik yang lucu-lucu. Harga suvenir di sini lebih mahal daripada di Amsterdam. Jadi bagi anda yang ingin membeli suvenir, sebaiknya ke Amsterdam, atau Rotterdam saja. 
Selesai urusan suvenir, kamipun lanjut ke list berikutnya, Kinderdijk, desa cantik dengan kincir angin tuanya.


Bersambung.... Kinderdijk



Friday 24 April 2015

Mengagumi Keindahan kota Nimes, kota Para Matador di perancis









Setelah puas mengelilingi Pont du Gard, kamipun lanjut menuju ke kota Nîmes di Perancis Selatan, 720km dari Paris atau sekitar 3 jam dengan kereta berkecepatan tinggi (TGV). Awalnya kota ini bernama Nemausus dan merupakan permata bagi kerajaan Romawi, dan pada masa kini merupakan salah satu kota peninggalan kerajaan Romawi yang paling cemerlang. Selain kaya akan sejarah, kota inipun terkenal akan para matadornya.

Ketika mobil yang kami tumpangi memasuki kota Nîmes, percampuran budaya Perancis Provençal, Romawi dan Spanyol sudah mulai terasa, dan perbauran masa silam dan masa kini tertata dengan indah dalam setiap bangunannya.

Setelah memarkir mobil, kamipun mulai berjalan menyusuri tiap sudut kota kecil yang artistik serta penuh turis ini. Jalanan kecil berbatu khas abad pertengahan, kafe-kafe dengan arsitektur khas Perancis Provençal, serta tidak lupa primadona kota ini, Arenes de Nîmes tentunya.

Nîmes merupakan salah satu kota peninggalan Zaman kerajaan Romawi yang paling cemerlang, yang awalnya bernama Nemausus.



Apa saja yang bisa kita nikmati di kota bekas kekuasaan Romawi ini? Yuk, mari kita mulai dengan sang primadona, Arenes de Nîmes.



Arenes de Nîmes adalah warisan terbaik dari jaman Romawi dan terpilih menjadi salah satu monumen terbaik di dunia yang masuk dalam daftar monumen bersejarah UNESCO. Amphiteater ini dibangun dibawah kekuasaan Kaisar Augustus pada abad pertama yang berbentuk oval dengan panjang 133 meter, lebar 101 meter, dan tinggi 21 meter, dan dapat menampung 24.000 penonton. Arena yang megah ini masih berdiri dengan kokoh seakan tidak tersentuh oleh zaman, padahal pernah terjadi alih fungsi akan kegunaan arena ini pada abad pertengahan, yang menjadi benteng pengungsian dan akhirnya berkembang menjadi sebuah kota kecil lengkap dengan istana dan gereja didalamnya, dengan jumlah penduduk sekitar 700 orang. Pada masa kini arena ini masih digunakan sebagai tempat pertarungan para Matador dengan banteng dan juga berbagai perayaan festival. Pada bulan Mei Arenes de Nîmes menjadi tempat Les Grands Jeux Romains, para pemain mengenakan costume bangsa Romawi lengkap dengan kereta kuda, dan para prajurit lengkap dengan atribut seragam Romawi. Para penonton diajak seakan-akan tenggelam dalam suasana 2000 tahun silam. Dan pada musim panas kita dapat menikmati Festival de Nîmes, yang mempersembahkan musik kelas dunia serta berbagai acara lainnya di dalam amphiteater ini. 


Amphiteater dari tempat duduk teratas




 Lorong untuk menuju ke tempat duduk di amphiteater


Sebelum masuk ke dalam arena ini, terdapat sebuah patung matador yang gagah di depan arena, itulah patung Nimeño II, dengan nama asli Christian Montcouquiol, terlahir di Jerman dan menjadi matador terkenal pada masa itu. Matador muda ini mengalami cedera berat saat bertarung dengan banteng bernama Pañalero, yang mengharuskan dia pensiun dari karirnya. Karena tidak dapat menerima kenyataan itu, akhirnya iapun bunuh diri pada umur 37 tahun. Sayang ya?




 Narsis dulu dgn Nimeño II sebelum masuk ke Arena



Setelah dari Arenes de Nîmes, perjalanan selanjutnya ke Maison Carrèe yang terletak di Place de la Comèdi, dapat dicapai dengan berjalan ke arah utara dari Arenes de Nîmes melalui boulevard Victor Hugo. Maison Carrèe adalah sebuah bangunan kuil Romawi yang menakjubkan, berbentuk segi empat dan masih terawat baik hingga kini. Maison Carèe dibangun oleh kaisar Augustus untuk kedua anak adopsinya, Caius dan Lucius Caesar, yang terinspirasi dari kuil Apollo dan Mars Ultor di Roma. Bangunan dengan panjang 26 meter dan tinggi 17 meter ini awalnya adalah sebuah biara suci bangsa Romawi, lalu beberapa kali berubah fungsi menjadi tempat sidang, kemudian menjadi gereja di abad pertengahan, dan akhirnya menjadi sebuah museum yang kita lihat sekarang. Tepat di seberang Maison Carreè ini terdapat sebuah bangunan yang terdiri dari kaca, itulah Carré d'Art, museum seni kontemporer, yang dibangun oleh Norman Foster.



 Maison Carrèe tampak dari depan





 Maison Carrèe tampak dari samping


Perjalananpun lanjut ke kawasan kota tua yang tidak jauh dari Maison Carrèe, dan di tengah kota tua ini kami bertemu dengan Cathédrale Notre-Dame-et-Saint-Castor. Cathédrale yang bergaya Romanesque-Byzantine ini dibangun akhir abad ke-11. Selain gereja dan bangunan tua, kita dapat mengunjungi beberapa museum yang terdapat di kota tua ini. 



Cathédrale Notre-Dame-et-Saint-Castor 



Setelah puas menyusuri kota tua, kamipun lanjut ke list berikutnya, Jardins de la Fontaine. Jardins de la Fontaine adalah sebuah taman yang indah dengan koleksi reruntuhan kuil Diana yang dibangun pada 2 masehi dan hancur pada tahun 1755 saat perang agama, aliran air dari kanal-kanal yang menuju ke kolam, Le castellum, serta taman yang luas dan di puncak taman, Mont Cavalier terdapat La tour Magne (menara Magne) dengan tinggi 30 meter. La tour Magne merupakan sisa menara pengawas dari reruntuhan tembok yang mengelilingi kota Nîmes pada masa Romawi. Kita dapat naik keatas menara dan menikmati pemandangan kota Nîmes dan sekelilingnya. Selama di dalam taman ini, kami sangat menikmati setiap sudutnya, kolam dengan ikan yang indah serta kanal-kanal yang artistik, dan tidak lupa terdapat tempat bermain anak-anak juga.

















La Tour Magne



Selain bangunan peninggalan Romawi, bagi anda yang suka mengunjungi museum, terdapat beberapa museum di kota ini, antara lain:

Musée d’Histoire Naturelle yang terletak di bangunan yang sama dengan Musée Archéologique. 

Musée des Beaux-Arts, 200 meter dari Arenes de Nîmes.

Musèe du vieux Nîmes, menyimpan sejarah kota Nîmes dari jaman Romawi hingga modern, dan di sinilah terdapat kain jeans yang menjadi sejarah 'Jeans' dan 'Denim'.
Dimana pedagang dari Nîmes mengekspor bahan kain warna biru produk kota Nîmes ke Amerika untuk pembuatan terpal, dan celana bagi para pekerja, Dan pada tahun 1870, Levi Strauss seorang imigran dari Bavarian membuat celana dari bahan kain warna biru itu bagi pekerja tambang di Wild Wild West, yang terbuat di Genoa (lahirlah kata 'jeans' dari 'Genoa), dan bahan de Nîmes (dari Nîmes), itulah awal lahirnya kata 'Denim'. Dulu saya selalu berpikir celana jeans, denim itu dari Amerika.



Oh iya.... Selama di kota ini, saya selalu melihat logo kota Nîmes dengan lambang seekor buaya dirantai di pohon palem dengan tulisan 'COL NEM'. Lalu sayapun menemukan bahwa semua itu berkaitan dengan Romawi, dimana pohon palem adalah simbol Romawi kuno yang berarti kemenangan, sedangkan buaya adalah arti Mesir, dan kata COL NEM adalah Colonia Nemausus.












Thursday 23 April 2015

Pont Du Gard, Jembatan Romawi Yang Menakjubkan







Setelah sehari berkeliling di kota Avignon, maka pagi ini, setelah sarapan, kamipun berangkat ke Pont du Gard atau jembatan Gard, yang terletak sekitar 25 km dari Avignon, tepatnya di kota Vers Pont du Gard. Pont du Gard adalah jembatan penampungan air yang pembangunannya diprakasai oleh Agrippa pada masa Romawi sekitar abad ke-20 sm. Jembatan penampungan air ini merupakan bagian dari saluran air yang panjangnya hampir 50 km, dulunya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air Romawi di Nîmes (bernama Nemausus pada zaman Romawi) dari Uzés.
Jembatan penampungan air ini tingginya hampir 49 m dengan 3 tingkat; tingkat pertama dapat kita lalui dengan jalan kaki, dan tingkat ke tiga terdapat kanal air. Karena kemegahannya, jembatan ini mendapat gelar sebagai peninggalan bersejarah dunia oleh UNESCO.









Ketika kami sampai, pemandangan jembatan yang kokoh ini dari jauh sungguh spektakuler, dan saat kami mulai melewati Pont du Gard, saya semakin kagum dan membayangkan bagaimana mereka membangun jembatan batu ini pada masa itu, bahkan ada batu besar yang beratnya hingga 6 ton. Pembangunan yang tanpa tehnologi canggih seperti masa kini. 














 
Dan saat kami berjalan di jembatan ini di tingkat pertama, tidak ada rasa bahwa ini adalah sebuah jembatan, tetapi seperti berjalan di jalan biasa, sungguh kokoh dan perkasa. Dan pemandangan ke arah sungai Gardon dengan beberapa orang sedang menyusuri sungai dengan canoe, adalah pemandangan yang indah. Di sisi sebelah kanan dari jembatan ini terdapat sebuah museum dan di sepanjang jalan menuju ke museum terdapat beberapa pohon zaitun yang usianya telah mencapai ratusan tahun, dan harga untuk masuk ke jembatan dan museum seharga 10 euro per orang. 



 

Setelah puas mengelilingi Pont du Gard, kamipun lanjut menuju ke kota Nîmes, kota para matador serta mutiara pada masa kejayaan Romawi yang terletak di Perancis Selatan.



 

Wednesday 22 April 2015

Ziarah dan Mengagumi Jenazah St. Bernadette Soubirous Yang Tetap Utuh








Sudah beberapa kali saya mengunjungi gereja dimana makam Santa Bernadette berada, yang terletak di kota Never, 245 km dari kota Paris. Dan setiap kali kunjungan saya selalu terkagum akan jenazah St Bernadette Soubirous yang tetap utuh walau sudah berumur 130 tahun, hanya bagian wajah dan kedua tangannya saja yang dilapisi lilin tipis.




Dan pada kunjungan saya kali ini dengan adik saya, maka sayapun mencari tahu siapakah Bernadette Soubirous ini, dan akhirnya sayapun mendapat sedikit cerita yang mengagumkan akan kehidupan, kesederhanaan serta ketulusan hati Bernadette Soubirous ini.



Ini sedikit biografi bernadette Soubirous yang saya ambil dari Kaskus.





Bernadette Soubirous lahir pada tanggal 7 Januari 1844, dari pasangan Francois Soubirous seorang pengusaha penggilingan gandum yang jatuh miskin dan isterinya, Louise Casterot. Ia adalah anak pertama dari 9 bersaudara, tetapi 3 di antara meninggal dunia di masa bayinya. Sebetulnya, namanya adalah Marie Bernarde tetapi karena perawakannya yang kecil mungil, ia kemudian biasa dipanggil Bernadette yang berarti Bernarde kecil. Mereka hidup di Lourdes, sebuah desa di Perancis bagian selatan tetapi bahasa yang digunakan di sana bukanlah bahasa Perancis, tapi bahasa Occitan yang mendapat pengaruh dari bahasa Catalan dan bahasa Spanyol.

Ia dibaptis 2 hari setelah kelahirannya, yaitu tanggal 9 Januari yang merupakan hari ulang tahun perkimpoian kedua orangtuanya. Keluarga Soubirous hidup dalam kemiskinan dan sejak bayi kesehatan Bernadette kurang baik. Ia sering menderita sakit, terutama asma. Tetapi demikian, ia tetap membantu ibunya mengasuh kelima adiknya. Dan ketika Bernadette telah dianggap cukup umur, ia pun harus bekerja sebagai pembantu dan penggembala ternak. Pada usia 14 tahun, ia adalah anak kecil yang baik, taat dan ramah, tetapi tidak terlalu terpelajar, khususnya dalam masalah yang berkaitan dengan doktrin-doktrin dan tradisi-tradisi Katolik.

Suatu hari, pada tanggal 11 Februari 1858, suatu peristiwa yang luar biasa terjadi. Ketika ia bersama adiknya Toinette dan seorang temannya sedang mencari kayu bakar di sebuah gua (grotto) yang disebut Massabielle (=Batu Besar), di tepi sungai Gave dekat kota Lourdes. Dia sendirian di dekat gua sementara dua gadis lainnya beristirahat mengumpulkan kayu. Bernadetta mendengar sesuatu yang aneh:

“Suatu hari saya dan dua gadis lain pergi ke pinggir sungai Gave. Tiba-tiba saya mendengar bunyi gemerisik. Saya mengarahkan pandangan ke arah padang yang terletak di sisi sungai, tetapi pepohonan di sana tampak tenang dan suara itu jelas bukan datang dari sana. Kemudian saya mendongak dan memandang ke arah gua di mana saya melihat seorang wanita mengenakan gaun putih yang indah dengan ikat pinggang berwarna terang. Di atas masing-masing kakinya ada bunga mawar berwarna kuning pucat, sama seperti warna biji-biji rosarionya.

Saya menggosok-gosok mata saya, kemudian saya tergerak untuk memasukkan tangan saya ke dalam lipatan baju saya di mana tersimpan rosario. Saya ingin membuat tanda salib, tetapi tidak bisa, tangan saya lemas dan jatuh kembali. Kemudian wanita itu membuat tanda salib. Setelah usaha yang kedua saya berhasil membuat tanda salib meskipun tangan saya gemetar. Kemudian saya mulai berdoa rosario sementara wanita itu menggerakkan manik-manik di antara jari-jarinya tanpa menggerakkan bibirnya sama sekali. Setelah saya selesai mendaraskan Salam Maria, wanita itu tiba-tiba menghilang.

Saya bertanya kepada kedua gadis yang lain apakah mereka melihat sesuatu, tetapi mereka mengatakan tidak. Tentu saja mereka ingin tahu apa yang telah terjadi. Saya katakan kepada mereka bahwa saya melihat seorang wanita mengenakan gaun putih yang indah, namun saya tidak tahu siapa dia. Saya minta mereka untuk tidak menceritakan hal itu kepada siapa pun. Mereka mengatakan saya bodoh karena memikirkan yang bukan-bukan.”

Bernadette meminta kepada kedua gadis lainnya untuk menjaga rahasia, tetapi ternyata adiknya mengatakannya kepada ibu mereka. Ibunya memarahinya dan berkata kepadanya agar menghilangkan ilusi tolol dari kepalanya. Tetapi Bernadette meyakini dalam hatinya bahwa kejadian-kejadian itu nyata.

Tiga hari kemudian tiga gadis itu kembali ke gua, sambil membawa air suci untuk menguji batinnya. Wanita itu menampakkan diri sekali lagi tetapi hanya Bernadetta yang dapat melihatnya. Ketika Bernadetta menuang air suci ke tanah, wanita itu hanya tersenyum. Sekarang Bernadetta yakin bahwa ini bukan tipuan iblis.

Sekarang seluruh desa sadar apa yang terjadi Massabielle. Ketika Bernadette kembali ke gua bersama dengan orang-orang kota untuk ketiga kalinya pada tanggal 18 Februari, wanita itu menampakkan diri lagi dengan permintaan agar Bernadetta kembali 15 kali lagi dengan jarak waktu yang tetap. Dalam penampakan ini, wanita itu berkata secara khusus kepada Bernadetta bahwa dia tidak dapat menjanjikan kebahagiaan baginya di dunia ini, tetapi bahwa kebahagiaan itu akan menunggunya di surga. Sekitar 100 orang desa mengikuti Bernadette ke gua, beberapa saksi menyatakan bahwa mereka merasakan suasana berserah hati selama penampakan kepada Bernadette. Mereka melihat wajah Bernadette diliputi dengan ekspresi hormat dan tunduk. Walaupun sudah sangat santer beredar kabar bahwa adalah Bunda Maria sendiri yang memperlihatkan diri, Bernadette menyatakan bahwa ia sudah menanyakan siapakah wanita itu, tetapi wanita itu hanya tersenyum mendengar pertanyaannya.

Walaupun sudah ada 100 orang yang menyertainya selama Bernadette menerima penglihatan dari sosok wanita yang konon adalah Bunda Maria, banyak juga orang lain dari Lourdes yang menunjukkan sikap kritis dan meragukannya. Orang-orang tua dan polisi beberapa kali membawa Bernadette untuk ditanyai, ia juga menjalani pemeriksaan kejiwaan. Ia juga ditekan agar tidak kembali ke gua. Walaupun dalam tekanan, Bernadette tetap sabar dan dengan kepolosan tanpa melebih-lebihkan tetap memberikan keterangan yang sama.

Seorang dokter menyertai Bernadette dalam perjalanan berikutnya dan menyimpulkan bahwa dia tidak menemukan apapun yang abnormal dalam diri Bernadette selama mengalami ekstase. Itu terjadi pada tanggal 21 Februari, penampakan keenam kepada Bernadette, ketika perempuan itu berkata kepada Bernadette:
“Berdoalah bagi para pendosa.”

Sejumlah besar orang sekarang mengikuti Bernadette ke gua Masabielle, para pejabat pemerintah gelisah bahwa orang akan terluka atau jatuh di sekeliling lubang gua. Maka Prokur Kerajaan, M. Dutour, berkata kepada Bernadette agar dia tidak turun lagi ke gua. Tetapi Bernadette menolaknya sebab dia berjanji kepada perempuan itu untuk kembali. Terkejut atas kebulatan tekad Bernadette, Prokur berkata dia akan memikirkannya. Komisaris polisi, Dominique Jacomet, berharap Bernadette menghentikan apa yang dianggap sebagai tebakan. Bagaimanapun, berdasarkan interogasi komisaris tidak menemukan inkonsistensi dari kisah Bernadette, maka dia hanya mengancam Bernadette dengan hukuman penjara jika dia kembali ke gua.

Ayah Bernadette datang ke kantor polisi mengajak Bernadette pulang ke rumah, dan komisaris memperingatkan dengan keras kepada mereka berdua agar tidak kembali ke gua. Perintah polisi itu ditentang, dalam perjalanan pulang ke rumahnya Bernadette berbalik dan kembali ke gua. Dibayang-bayangi oleh polisi dan orang banyak yang mengikutinya, Bernadette tidak menerima penampakan hari itu, tetapi dia harus menanggung ejekan yang menyakitkan hati dari orang-orang yang memfitnah dan yang tidak percaya.

Dua hari kemudian, pada tanggal 23 Februari, Bernadette kembali ke gua dan dianugerahi dengan penampakan Maria lain, yang meminta dengan sangat:
“Penitensi!”

Hari berikutnya Maria berkata kepada Bernadette:
“Minumlah dari sumber air ini dan mandilah di situ.”

Bingung karena tidak ada sumber air di Gua Massabielle, Bernadette mulai menggali tanah dengan rasa takut, menimbulkan tertawaan dan cemoohan dari orang banyak yang berpikir dia mulai gila. Tetapi tercenganglah orang banyak itu, kelembaban mulai merembes dari tanah yang telah digalinya, dan Bernadette mengambil air, meminumnya, dan mengotori mukanya dengan lumpur. Orang banyak menertawakannya dan menganggap ia hanya berbohong. Tetapi beberapa hari aliran air yang kecil itu mengeluarkan lebih banyak air yang jernih dan berubah menjadi mata air.

Penduduk setempat mulai mengikuti Bernadette untuk minum dan mandi dari sumber air yang kini jernih tidak berlumpur itu. Seorang penduduk desa, Catherine Latapie menyatakan bahwa ia lengannya yang tadinya lumpuh dapat digerakkan kembali setelah ia mandi di sumber air itu. Kejadian ini menjadi catatan pertama mengenai kesembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.

Pada penampakan yang ketigabelas pada tanggal 2 Maret Bernadette diperintahkan untuk mengatakan kepada imam agar membangun kapel di Gua Massabielle. Wanita itu berkata kepada Bernadette bahwa orang-orang harus datang ke gua dalam bentuk prosesi, tetapi Abas Peyramale berkata dengan sangat kasar kepada Bernadette bahwa dia tidak biasa menerima perintah dari penampakan-penampakan aneh, dan bahwa jika perempuan itu menginginkan kapel dan prosesi-prosesi di gua pertama-tama dia harus mengidentifikasikan dirinya.

Pada penampakan yang keempat belas pada tanggal 3 Maret, Bernadette menanyakan nama sang wanita tersebut, tetapi menurut Bernadette, wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum, tidak memberikan jawaban apapun.

Keesokan harinya, pada 4 Maret, Bernadette diikuti 9 ribu orang kembali ke gua. Untuk kedua kalinya Bernadette menanyakan nama wanita itu. Tetapi menurut Bernadette, kembali wanita itu hanya tersenyum. Ketika Bernadette menceritakannya kepada Abas Peyramale, Abas hanya tersenyum mendengarnya, dan meyakinkan Bernadette bahwa wanita itu menertawakannya dan Abas menyuruh Bernadette untuk tidak kembali ke gua itu. Tapi Bernadette walaupun sempat merasa bimbang, merasa bahwa ia harus tetap pergi.



Tiga minggu kemudian barulah Bernadette kembali ke gua pada tanggal 25 Maret, Hari Raya Kabar Sukacita Maria dan penampakan ke-16 kepada Bernadette. Bernadette berkata bahwa setelah tiga kali pertanyaannya dijawab dengan senyum, setelah Bernadette bertanya untuk keempat kalinya, wanita itu tidak tersenyum. ”Dengan lengannya ke bawah, wanita itu mengangkat tatapannya ke surga, dan kemudian dengan mengatupkan tangannya ke dada, ia berkata kepada Bernadette dalam bahasa Occitan:

“Que soy era Immaculado Councepciou!” (“Aku adalah Yang Dikandung Tanpa Dosa”)

Bernadette, gadis sederhana dengan sedikit pendidikan, tentu saja tidak tahu arti “Dikandung Tanpa Dosa”, tetapi segera menyampaikan pesan itu kepada Abas Peyramale. Mendengar kata-kata Bernadette, hati Abas terpana. Abas bertanya sekali lagi, apakah Bernadette yakin dengan ucapannya. Bernadette berkata bahwa ia yakin, dan ia mengatakan bahwa ia mengulang-ulangi kata-kata wanita itu agar ia tidak lupa.

Empat tahun sebelumnya yaitu tanggal 8 Desember 1854 Paus Pius IX dalam ensikliknya Ineffabilis Deus mengeluarkan dogma bahwa Bunda Maria dikandung tanpa dosa. Sudah sejak semula umat beriman secara tradisi percaya bahwa Bunda Maria sungguh-sungguh mulia dan tanpa dosa karena mengandung Tuhan sendiri. Tetapi ungkapan teologis ’Yang Dikandung Tanpa Dosa/Immaculata Conceptio’ tidak banyak dikenal umat selain para tertahbis yang mendalami teologi dan filsafat. Ketika ungkapan ini keluar dari mulut Bernadetta, yang bahkan buta huruf, Abas Peyramale baru diyakinkan bahwa wanita itu adalah sungguh-sungguh Perawan Maria Yang Diberkati dan bahwa dia datang meneguhkan dogma Immaculata Conceptio.
Sebuah tempat suci segera dibangun di Gua Massabielle, dan sumber airnya segera terkenal karena daya penyembuhannya. Pada tanggal 18 Januari 1862, Uskup Lawrence, Uskup Tarbes, keuskupan yang membawahi Lourdes, mengeluarkan surat yang mengakui pe¬nampakan-penampakan di Lourdes sebagai penghargaan iman:

”Kami meyakinkan bahwa Penampakan ini supranatural dan berasal dari Allah…”

Bernadette menerima penampakan Maria yang ke-18 dan itu adalah penampakan Bunda Maria yang terakhir kalinya bagi Bernadette pada tanggal 16 Juli 1858, pada Pesta Perawan Maria dari Gunung Karmel. Bernadette tidak pernah mencari nama tenar dan popularitas, dalam banyak hal ia berharap dapat hidup dengan tenang karena peristiwa penampakan Bunda Maria dan keajaiban-keajaiban yang terjadi menarik perhatian banyak orang di seluruh Perancis dan wilayah sekitarnya. Dalam beberapa tahun setelahnya ia senantiasa dengan sabar menghadapi banyak orang-orang yang ingin menemuinya: orang-orang yang berharap kesembuhan hanya dengan menemuinya, orang-orang yang meragukannya, orang-orang yang tidak percaya dan menentang, orang-orang penasaran yang ingin mendengar langsung darinya. Banyak orang yang menceritakan betapa Bernadette selalu sangat sabar, murah hati dan toleran kepada banyak pengunjung yang muncul begitu saja ingin menemuinya. Bahkan banyak orang yang ragu dan menolak penampakan Bunda Maria terkesan terhadap Bernadette yang tetap rendah hati, jujur dan lugas.

Walaupun dengan sabar ia menemui tamu-tamunya, Bernadette semakin tertarik dengan ide memasuki biara untuk dapat hidup tenang. Awalnya ia tertarik memasuki biara Karmel, tapi kondisi kesehatannya tidak memungkinkannya mengikuti rutinitas biara Karmelit yang berat. Akhirnya ia memutuskan dan diterima dalam biara para Suster Charitas di Nevers, Perancis, pada usia 22 tahun. Saat tiba pertama kalinya di biara ia diminta untuk menceritakan lagi penglihatannya di hadapan para suster yang sedang berkumpul, tetapi setelah ia selesai menceritakannya, suster kepala melarang ia dan seluruh suster lain membahas penglihatannya lagi dan hidup senormal mungkin di biara seperti suster lainnya. Ia sangat senang dengan larangan tersebut walaupun suster kepala mengijinkannya sesekali menemui imam-imam senior dan uskup yang melakukan wawancara untuk keperluan Gereja. Ia hidup senormal mungkin di biara dan akhirnya memperoleh kemampuan baca dan tulis. Ia bekerja merawat orang sakit, dan membuat hiasan-hiasan taplak altar dan jubah-jubah. Suster Marie-Bernarde (nama biara Bernadette) sering sakit selama di biara, menderita TBC, sakit tulang, tumor, asma, dan kesehatan yang memburuk secara keseluruhan. Dalam suatu serangan asma yang berat, ia meminta air dari mata air di Lourdes, dan serangan asmanya secara ajaib berkurang dan ia tidak pernah menerima serangan asma yang buruk lagi. Tapi Suster Marie-Bernarde tidak memohon kesembuhan dari mata air Lourdes lagi saat ia menderita tuberkulosis pada tulang lutut kanannya. Ketika ditanya mengapa ia tidak pergi ke Lourdes untuk memohon kesembuhan, Bernadette mengatakan bahwa kesembuhan dari Lourdes bukanlah untuknya, tetapi untuk mereka yang lebih sakit daripadanya.

Ia menyaksikan perkembangan Lourdes menjadi tempat ziarah ketika dia masih tinggal di Lourdes antara usia 14-22 tapi sesudah masuk biara ia tidak tahu-menahu lagi dan ia bahkan juga tidak hadir saat pemberkatan Basilika Yang Dikandung Tanpa Dosa pada tahun 1876. Kesehatannya semakin memburuk karena serangan TBC dan ia meninggal pada usia 35 tahun pada tanggal 16 April 1879.

Suster Nathalie Portat yang menjaga Suster Bernadette menceritakan bahwa Bernadette kerap menampakkan ekspresi wajah menahan kesakitan dan meminta rekan-rekannya mendoakan jiwanya. Pada saat terakhirnya, ia menceritakan bahwa Suster Bernadette mendoakan Salam Maria dengan penuh kerendahan hati bagaikan seorang anak perempuan kecil pada ibunya menyatakan dua kali ”Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini” Beberapa saat kemudian Bernadette membuat tanda salib, minum beberapa tetes air dan meninggal dalam kedamaian.

Ketika tubuh Suster Marie-Bernarde digali 30 tahun kemudian pa¬da tanggal 30 September 1909, pihak penyelidik Gereja yang dipimpin oleh Uskup Nevers, Mgr. Gauthey, di hadapan dua dokter dan seorang suster komunitasnya, menemukan tubuhnya tidak rusak. Tidak busuk, tidak bau, tidak rusak sedikitpun, meskipun kulitnya menjadi kering dan tampak hitam setelah dimandikan, maka wajah dan tangannya dibalut dengan lilin untuk menyembunyikan perubahan warna. Walaupun demikian, Rosario dan salib dalam genggamannya berkarat. Mereka membersihkan dan mengenakan pakaian baru sebelum memakamkannya kembali.

Pada penggalian yang terakhir, tanggal 18 April 1925, tubuh Bernadette tetap tampak tidak ada tanda pembusukan, walaupun ada perubahan warna pada wajah dan lesakan pada mata dan hidung. Gereja setempat kemudian membuat cetakan wajahnya dengan lilin berdasarkan foto-foto aslinya dan melapisinya di wajah aslinya yang menghitam. Dewasa ini, tubuhnya tetap diperlihatkan dalam peti kaca di kapel biaranya, St. Gildard, di Nevers, Perancis, sebagai pernyataan bagi Perawan Maria dari Lourdes. Kapelnya menjadi tujuan peziarahan dan tubuhnya tetap utuh hingga hampir 130 tahun setelah kematiannya pada tanggal 16 April 1879.

Bernadette Soubirous dikanonisasi menjadi orang kudus pada tanggal 8 Desember 1933 – Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Dosa. Setiap tahun jutaan orang datang berdoa di tiga basilika Lourdes dan mengunjungi Gua Massabielle mengambil bagian dalam penyembuhan melalui sumber air, yang telah menyembuhkan begitu banyak orang dari penyakit fisik dan rohani. Salah satu penyembuhan yang paling terkenal adalah penyembuhan mata Louis Bouriette. Bouriette adalah tukang batu setempat, matanya yang satu buta, yang membantu untuk membangun kolam di sekeliling sumber yang telah ditemukan Bernadette. Ketika dia menggosok matanya yang buta dengan lumpur dan berdoa kepada Perawan Maria, secara ajaib matanya dapat melihat. Pada tahun 1986, 63 keajaiban lainnya telah dibuktikan kebenarannya oleh pemeriksa medis yang independen sebagai penghargaan iman. Ia adalah pelindung bagi orang sakit, keluarga, penggembala dan orang miskin. Sebuah catatan diberikan kepada kanonisasinya bahwa ia menerima sebutan orang kudus bukan sepenuhnya karena ia menerima penampakan Bunda Maria, tetapi terutama karena kesederhanaan dan kekudusan hidupnya sendiri.

Lourdes pada pertengahan abad kesembilan belas adalah kota kecil di perbatasan dengan benteng-benteng pertahanan, sebuah tanda pertempuran-pertempuran di masa silam dengan penduduk yang bersandar pada kegiatan agrikultur dan hampir semua adalah penganut Katolik. Kini Lourdes memiliki populasi 15 ribu orang tapi sanggup menampung lima juta peziarah selama masa peziarahan antara bulan Maret hingga Oktober. Diperkirakan Lourdes telah menerima peziarahan 200 juta orang sejak tahun 1860.








Sunday 5 April 2015

Pengalaman Buruk Dengan Lufthansa







Sudah berkali-kali saya melakukan penerbangan Perancis-Indonesia atau sebaliknya dengan berbagai maskapai penerbangan. Dan kali ini saya dan keluarga ketika mudik ke Indonesia menggunakan maskapai penerbangan Lufthansa milik Jerman. Kami memilih maskapai ini karena sedang ada promo dan juga dengan pemikiran bahwa maskapai ini milik Jerman, so pasti tidak mengecewakan, tetapi apa yang terjadi sungguh diluar dari image saya akan penerbangan ini.

Ketika penerbangan dari Paris-Jakarta tidak ada masalah, hanya makanan yang sungguh tidak enak, tidak enak dalam arti benar2 tidak enak, dimana pasta udah spt berhari2 dgn rasa yg tidak jelas....

karena pengalaman makanan yg tidak enak ini, ketika penerbangan dari Jakarta-Paris, saya membawa banyak makanan utk di makan di pesawat. Tetapi apa yg terjadi sungguh lebih parah dari soal makanan. Ketika kami transit di Kualalumpur, terjadi suatu masalah tehnik di kokpit yang mengharuskan penggantian sparepart pesawat, dan parahnya sparepart itu tdk tersedia di Malaysia sehingga harus dikirim dari Jerman. Dan utk menunggu sparepart itu sampai dan di pasang kami diharusnya menunggu hingga lebih dari 24 jam, jd kamipun harus menginap di hotel dengan semua koper dikarenakan Lufthansa tdk mau ada koper di bagasi, dan tentu saja Lufthansa menyediakan hotel bagi penumpangnya, tetapi utk mencari hotel bagi 300 penumpang tidaklah mudah, jd semua penumpang harus menunggu kejelasan dimana kami menginap. Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya bagi penumpang bisnis dan yg membawa anak mendapat prioritas utama duluan menginap di hotel dekat bandara. Ketika mengantri check in di hotel, saya menyaksikan sebuah adegan dimana seorang ibu2 cukup berumur meminta seorag bapak yg mengantri di depan untuk memberi duluan ke seorg pemuda yg kecelakaan kaki hingga harus jalan dgn 2 tongkat dgn wajah yg sudah cape dan spt menahan sakit, ibu itu tdk ada hubungan saudara dgn pemuda itu, hanya menolong krn kasihan dgn pemuda itu yg sudah kecapean, tetapi bapak yg bertubuh besar di depan menjawa dgn enteng tanpa peduli, 'semua org juga butuh kamar, bu!'. Dan saya melihat pemuda itupun mengatakan ke ibu itu bahwa dia tdk apa2, dan masih kuat. Dan Akhirnya kamipun masuk ke hotel pada jam 02:00 pagi.
Dan untunglah saya membawa banyak makanan, sehingga bisa makan di malam itu serta susu untuk anakku dan beberapa camilan.

Esoknya setelah sarapan pagi, kamipun jalan2 ke 2 Towers Petronas, dikarenakan check out hotel jam 20.00 dan check in pesawat jam 22.00. Setelah kami kembali ke hotel jam 17:00, kamipun beristirahat, tetapi tiba2 dapat surat di bawah pintu hotel bahwa kami sudah harus check out jam 19.00. Jadi sayapun buru-buru beresin koper serta siapkan anak-anak. Jam 18.45 kamipun makan malam dan check out dari hotel lalu menuju ke bandara. 

Sesampai kami di counter Lufthansa utk chek in, sudah menunggu begitu banyak penumpang yang delay serta penumpang baru hari itu. Jadi kamipun menunggu di antrian yg begitu panjanggggggg.... hingga akhirnya saya tidak tahan krn begitu lamanya antrian yg tidak jalan-jalan. Lalu seorg penumpang menganjurkan saya meminta ke petugas di counter utk diutamakan krn membawa anak, lalu sayapun menuju ke counter dan meminta prioritas krn membawa anak, saya memang diutamakan tetapi proses utk dptkan seat sungguh lamaaaaaaaaaaaaa.... saya tidak tahu apanya yg tdk beres.... hingga anak saya yg besar tidak tahan menahan pipis dan ngompol di celana dan adik saya membawanya ke toilet, dan saya harus menggendong anak saya yg kedua menunggu di depan counter, sedangkan troley dgn koper2 masih diantrian. Akhirnya ada ibu yg sesama dari Indonesia membantu saya menggendong anak saya yg sedang menangis serta seorag penumpang Eropa membantu mendorong troley saya ke depan counter....
Setelah menunggu lama di depan counter akhirnya saya dan keluarga mendapat boarding pass, tetapi kami tdk mendapat boarding pass utk perjalanan dr Frankfurt ke Paris, dan petugas tersebut mengatakan bahwa semua sudah tercantum di kertas yg di print yg harus saya tunjukkan ketika boarding di Frankfurt. Akhirnya kamipun masuk pesawat dan selama penerbangan itu, kami tertidur pulas. 






 



Ketika sampai di Frankfurt sudah jam 08 lewat, dan saat keluar dr pesawat ada seorg petugas yg memberi arahan bagi penumpang yg akan melanjutkan penerbangan ke tujuan masing2, dan kami mendapat petunjukkan harus ke pintu A26 dan penerbangan ke Paris jam 08.30.... bisa dibayangkan bagaimana kami menguber waktu.... kami harus melewati gerbang pengecekkan barang, dimana kami di tahan petugas krn membawa minuman utk anakku serta susu serta mainan gameboy anakku diperiksa krn dikawatirkan baterenya bahaya utk anak2, sayapun mulai senewen, dan sesampai diimigrasi, petugas memeriksa pasport kami begituuuuuuuuuuuuu lama... lalu akhirnya petugas itu mengatakan bahwa mesinnya tidak bagus utk mengambil print sidik jari, lalu sayapun menjawab, 'yah buatan Jerman sih...', karena udah saking jengkelnya.

Ketika akan menuju ke pintu A26, kami harus melewati pengecekkan lagi.... dan terulang lagi soal air dan gameboy itu..... hingga akhirnya kami tiba di pintu A26, tetapi petugas di sana mengatakan bahwa pesawat sudah berangkat, dan dia menganjurkan saya ke costumer service utk mendapatkan penerbangan berikutnya. Kamipun berjalan ke costumer service dgn badan yg sudah sanga lelah. Dan di costumer service antrianpun sangat panjangggggggg...... Lalu saya meminta petugas di sana utk prioritas utama dan meminta sepasang anak muda yg mengantri di depan utk kami duluan karena anak saya sudah sangat lelah, tetapi pasangan itu mengatakan bahwa mereka sudah telat utk penerbangannya.... dan petugas yg memberi nomor utk ke counter costumerpun tidak melihat atau memalingkan muka ketika saya panggil2, dan sayapun mengatakan ke adik saya utk antri saja dr belakang... nah saat berjalan menuju ke antrian, saya bertemu dgn sepasang suami istri Indonesia yg satu pesawat dr Indonesia dan juga ketinggalan pesawat menuju ke swedia, lalu kamipun meminta mereka utk memperbolehkan menyusup diantara mereka, jd kamipun dgn cepat dpt nomor antrian, ketika mengantri saya melihat begitu banyak org marah2 ke petugas krn tdk memberi prioritas bagi yg membawa anak-anak, hingga seorg bapak dgn seorg bayi mengamuk dan akhirnya petugas tersebut memperbolehkan mereka duluan.

Setelah kami mendapat borading pass, kamipun menuju ke pintu A30 utk menunggu penerbangan menuju ke Paris, setelah menunggu sejaman lebih kami diberitahu bahwa penerbangan ke Paris dipindah ke pintu A25. Kamipun pindah ke pintu A25 dan di sana sudah banyak penumpang yg menunggu. Setelah beberapa lama menunngu kami mendapat pengumuman bahwa penerbangan ke Paris akan delay 30 menit, lalu setelah 30 menit mendapat pengumuman lagi bahwa penerbangan ke Paris akan delay lebih lama hingga waktu yg tidak ditentukan.... Para penumpangpun mulai gusar dan marah. Setelah beberapa lama menunggu, petugas mengumumkan bahwa kami bisa masuk ke pesawat, jadi kamipun mulai berjalan menuruni tangga utk menunggu bus ke pesawat, dan di tangga kamipun menunggu lagi dan petugas datang dan mengatakan bahwa dia salah tempat sehingga tidak ada bus yg datang dimana kami menunggu, maka beberapa penumpangpun mulai ngamuk dan maki2, tidak berapa lama kemudian buspun datang. Akhirnya kamipun masuk ke pesawat..... (masalah selesai? Mmmmm tunggu dulu.... )
Ketika pesawat sedang melaju kencang untuk terbang.... tiba-tiba pesawat belok ke kiri lalu ke kanan seperti mobil yg berlaju kencang di jalan tol yg menghindari sesuatu hingga harus banting stir ke kiri lalu ke kanan, semua penumpang tegang, lalu pesawat terbang dan goyangan hebat tetap terjadi hingga naik dan turun, ternyata ada turbulence..... (di dlm pikiran teringat akan pesawat Germanwings), dan saat pesawat sudah di ketinggian tertentu akhirnya aman....
Dan akhirnya kamipun sampai di Paris dengan sejuta pengalaman nan edan.....

P.S: Selama terjadi delay, dlm antrian ataupun utk dptkan hotel atau boarding pass, saya melihat karakter manusia yg sebenarnya, bkn karakter manusia dlm balutan senyuman manis nan ramah, tetapi manusia egois, tdk mau mengalah dan penuh amarah, dan saya membayangkan sebuah film Hollywood, tentang manusia saling membunuh dan menginjak untuk selamatkan diri dr kecelakaan pesawat ataupun kapal, tanpa mengindahkan keselamatan yg lainnya, hanya demi keegoisan dan kepentingan diri sendiri, inilah karakter sebenarnya ketika hadapi suatu masalah, bkn karakter palsu yg dibungkus dlm kenyamanan.