Wednesday 4 February 2015

Yuk, Menyusuri Djakarta Tempo Doeloe






Kota Jakarta dengan 487 tahun sejarah sejak Pangeran Fatahillah merebut kota ini yang ketika itu bernama Batavia dari pendudukan Belanda, 22 Juni 1527, kota pantai ini terus menjadi salah satu kota perdagangan nasional, dan terus bertransformasi menjadi kota megapolitan. Bangunan pencakar langit, aneka mall dan plaza, dan berbagai pusat perbelanjaan mewah dengan kehidupan malam yang kental terus berdenyut di ibu kota Indonesia ini.


Dengan rutinitas yang serba modern, dan kehidupan yang serba cepat, kadang menjenuhkan, dan bila kejenuhan itu datang, nah bagi saya, obatnya tidak perlu lari terlalu jauh, cukup ke kota Tua, yang terletak diantara Jakarta Utara dan jakarta Barat. Menyusuri kawasan kota tua ini, terasa menyusuri kehidupan Jakarta Tempo Dulu, yang masih kaya akan bangunan-bangunan tua peninggalan di masa penjajahan Belanda. Adapun daya tarik utama di kawasan kota tua ini adalah museum-museum yang letaknya saling berdekatan, sehingga pengunjung bisa mencapainya dengan berjalan kaki dari satu museum ke museum lainnya. Di kawasan kota tua ini terdapat 5 museum, yaitu museum Fatahillah, museum bank Mandiri, museum bank Indonesia, museum Seni Rupa dan Kerami Indonesia dan museum Wayang. 


 Museum Fatahillah


Salah satu museum yang selalu menarik hati saya untuk selalu ke sana dan mengabadikannya lewat kamera adalah museum Fatahillah. Bangunan megah peninggalan Belanda ini dibangun pada tahun 1627, diperuntukkan sebagai balai kota pemerintah Belanda. Bangunan ini juga terdapat penjara bawah tanah, serta halaman yang luas pada bangunan ini digunakan sebagai tempat hukuman mati para tahanan. Bangunan yang megah ini mempunyai jendela yang tinggi dan lebar serta pilar-pilar bangunan yang megah. Di halaman dalam gedung ini terdapat sebuah meriam dengan bentuk yang unik, yaitu meriam sijagur, dimana dikatakan meriam ini mempunyai kekuatan fertilitas, konon bagi pria atau wanita yang kurang subur bila menyentuh meriam ini bisa segera mendapat anak. Dan tentu saja sayapun penasaran dan tidak lupa menyentuhnya..... 


 Si Jagur


Setelah dari museum Fatahilah, bagi yang lapar dapat mencoba kulinari di cafe Batavia, tepat di seberang museum Fatahillah. Bangunan tua ini mempunyai keunikkan interior yang penuh dengan foto-foto memorabilia bintang kenamaan jaman dulu dari dalam negeri dan luar negeri. Dari foto James Dean muda hingga foto Bung Karno dan juga R.A Kartini dapat kita nikmati.



Narsis di Cafe Batavia


Di depan cafe Batavia terdapat banyak penyewaan sepeda onthel, dan kita juga bisa naik ojeg sepeda untuk keliling kawasan kota tua ini, dan sayapun penyewa ojeg sepeda untuk berkeliling hingga sampai ke pelabuhan Sunda Kelapa. 
Ketika sampai di pelabuhan ini, deretan kapal-kapal layar tradisional sedang bersandar di dermaga menjadi pemandangan yang menakjubkan serasa masa tempo dulu. Adapun keunikkan kapal-kapal ini adalah tangga naik ke perahu yang berupa log kayu, yang hanya selebar satu telapak kaki saja. Ketika para pengangkut sedang membongkar muatan, dan mengangkut dengan beban di pundak sambil meniti log kayu ini, ada rasa ngeri di dada ketika melihat bagaiman mereka berjalan di log kayu yang berayun naik turun waktu diinjak oleh para pengangkut yang sedang melewatinya, serasa ada suatu irama dalam denyutan di tiap pijakkan kaki mereka, sungguh hebat. Dan sayapun mencoba naik ke atas perahu dengan meniti log kayu itu, benar-benar sungguh menguji adrenalin, dan ketika akan turun, nyali sayapun menciut dan saya tidak dapat berjalan, akhirnya sayapun dituntun oleh dua orang pekerja depan belakang hingga sampai di bawah..... Dan itulah pengalaman pertama dan terakhir saya meniti log kayu di pelabuhan Sunda Kelapa.



 Penyewaan sepeda Onthel



 Kapal2 yg bersandar dgn log kayu



 Kapal Phinisi


Dan terakhir sebelum mengakhiri perjalanan di kota tua, sayapun menuju ke jembatan Kota Intan yang terletak di jalan Kali Besar Barat, tidak jauh dari museum Fatahillah. Jembatan 'jungkit' yang dibangun pada tahun 1628 pada masa kolonial Belanda ini adalah sebagai penghubung antara benteng Belanda (VOC) dan Inggris (IEC) yang saat itu berseberangan dan dibatasi oleh Kali Besar.
Sayangnya jembatan yang berumur lebih dari 300 tahun ini kondisinya memprihatinkan karena warnanya telah pudar dan kayunyapun keropos dimakan zaman. 



 Jembatan Kota Intan

 
Jembatan Kota Intan di malam hari


Itulah sebagian kecil dari kawasan kota tua, dan masih banyak lagi bangunan-bangunan tua lainnya yang dapat dinikmati...





2 comments:

Maria said...

Hi thanks for sharing this

Diary si kepik said...

@Maria Hi thank for the comment, I just open my blog after a year absent :)