Friday 18 December 2015

Amazing Lombok






Pulau Lombok, siapa yang tidak kenal pulau satu ini, tetangga dari pulau Bali. Pulau dengan luas 4.725 km² ini tidak hanya terkenal dengan gunung Rinjaninya, tetapi terkenal juga dengan keindahan bahari dan budayanya. Termasuk juga gugusan kepulauan di sisi Barat lautnya yaitu Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan.

Perjalanan dari Bandara International Lombok menuju ke Pantai Senggigi dimana saya menginap dapat ditempuh dengan taxi ataupun dengan Damri dengan membayar Rp.35.000, sekitar satu jam lebih. Dan ketika mobil yang saya tumpangi mulai memasuki wilayah Senggigi, dari jauh saya sudah melihat keindahan pantai ini. Beberapa nelayan sedang menarik jaring dari laut hingga ke pantai, dan juga beberapa turis sedang berjalan menyusuri pantai., Dan rasanya tidak sabar ingin cepat sampai di hotel lalu menginjakkan kaki di pantai yang indah ini. Setelah meletakkan tas dan ransel di hotel, tanpa menunggu lama sayapun mulai menyusuri pantai. Ketika hari mulai senja dan matahari mulai kembali ke peraduannya, sayapun berharap dapat menikmati pemandangan sunset di pantai ini, tetapi sayang, pemandangan matahari terbenam terhalang oleh perbukitan, jadi saya hanya menikmati bias dari cahaya sang surya saat kembali ke peraduannya.
Dalam perjalanan kembali ke hotel, saya menemukan banyak restauran dan cafe sepanjang jalan Senggigi, semakin malam semakin ramai. Dan sayapun mencoba salah satu restaurant di sepanjang jalan ini. Selesai menikmati makan malam, saya kembali ke hotel dengan naik cidomo, walau hampir sama dengan kereta kuda di Jogja, tetapi cidomo design interior lebih seperti angkot. Sesampai di hotel, sayapun langsung beristirahat, karena esok hari akan menjelajah ke kawasan selatan Lombok.










Hari kedua, setelah sarapan di hotel, sayapun mulai menuju ke list berikutnya, Pantai Tanjung Aan dan pantai Kuta, yang terletak di selatan pulau Lombok. Perjalanan ke pantai Kuta dari Senggigi sekitar 1- 2 jam dengan mobil ataupun motor. Pantai kuta di Lombok sangatlah berbeda dengan pantai Kuta di Bali. Pantai Kuta di Lombok lebih sepi, tidak terdapat deretan hotel dan pantainyapun lebih bersih.

Sebelum sampai di Pantai Kuta, saya mampir di desa Banyumulek, sebuah desa penghasil kerajinan gerabah. Kerajinan ini di turunkan dari generasi ke generasi, dan desa Banyumulek merupakan salah satu tempat wisata yang diminati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Ketika kaki mulai masuki desa ini, pemandangan gerabah dari ukuran kecil hinggaa setinggi manusia terdapat di mana-mana. Tidak hanya di rumah penduduk, tetapi juga terdapat di balai desa, dan sekolah, sehingga kesan desa sentra gerabah sangat kental di sini.
Di sepanjang jalan desa terdapat banyak galeri dan toko di sisi kiri kanan jalan, dan koleksinyapun cukup lengkap, gerabah dengan berbagai ukuran, bentuk, warna, motif hiasan serta berbagai jenis fungsi dari gerabah itu sendiri. Dan hasil gerabah dari desa Banyumulek tidak hanya bermain di pasar nasional saja, tetapi sudah merambah hingga ke manca negara seperti New Zealand and beberapa negara Eropa.

Setelah menikmati gerabah di sebuah galeri sayapun lanjut ke sebuah rumah penduduk untuk melihat langsung pembuatan gerabah. Hampir di depan setiap rumah terdapat tanah liat yang sedang di jemur ataupun masih dalam karung. Ketika masuk ke sebuah rumah, seorang wanita muda sedang memoles sebuah gentong dengan ukuran besar yang sudah jadi. Sepertinya ia sedang memuluskan permukaan gentong. Lalu saya berjalan ke ruangan lain, dimana seorang perempuan muda juga sedang membentuk vas bunga ukuran cukup besar, sambil sekali-kali diputar dan di tempel dengan tanah liat, sungguh cekatan sekali. Dan di ruangan lain seorang wanita cukup berumur sedang memoles sebuah wajan. Sepertinya ini adalah bagian finishing sebelum masuk ke pembakaran. Dan di bagian luar rumah terdapat sebuah tempat pembakaran yang sangat serderhana, masih dengan sistem pembakaran dengan daun-daun kering. Walalupun terlihat sangat sederhana pembuatannya, tetapi cukup rumit dan usaha yang cukup keras hanya untuk hasilkan sebuah gerabah. Di akhir kunjungan, sayapun membeli beberapa gerabah dekorasi dinding dan kendi.


















Setelah dari desa Banyumulek, sayapun lanjut ke desa Sukarara, sebuah desa penghasil kain tenun traditional Lombok. Bila di desa Banyumulek, sepanjang jalan yang terlihat kerajinan gerabah, nah kali ini yang terpampang di setiap rumah dan bale adalah kerajinan kain tenun dengan berbagai ukuran dan corak, sungguh indah sekali. Dan sayapun bertemu seorang wanita muda sedang menenun diatas bale depan rumahnya, sedangkan di dalam rumah adalah galeri hasil kain tenun. Sayapun sangat menikmati cara kerja wanita ini, bagaimana dia duduk berjam-jam untuk menenun dan menghasilkan sebuah kain yang indah. Dan karena penasaran sayapun mencoba menenun, duduk dengan pinggang ditopang sebuah kayu, memutar benang dengan berbagai warna, lalu memukulkan kayu untuk merapatkan benang. Ahhhhh sungguh rumit dan penuh ketelitian serta kesabaran untuk menenun secara tradisional, dan sayapun berpikir, berapa hari atau bahkan bulan hanya untuk hasilkan sebuah kain tenun? Sungguh salut akan keuletan para penduduk di desa Sukarara ini. dan seorang turis manca negarapun mencoba menenun, dan dia terlihat sangat serius dan akhirnya menyerah juga.

Ada beberapa macam motif kain tenun Lombok, diantaranya, motif Keker, Serat Penginang, Cungklik, dan lain sebagainya. Dan sayapun mencoba pakaian tradisional yang indah dan kaya warna ini, dan tentu saja tidak lupa membeli beberapa kain tenun untuk taplak meja yang cukup unik dan cantik. Perjalanan dilanjutkan mengelilingi disekitar desa, dimana-mana pemandangan warga desa sedang asyik bercengkrama tetapi disambi dengan bertenun. Pemandangan penduduk lokal yang harmoni antara kehidupan sehari-hari dengan pekerjaan sehari-hari, sungguh suatu kehidupan masyarakat yang akrab.










Setelah puas menikmati pemandangan kehidupan penduduk desa Sukarara, saya lanjut menuju ke desa Sade, suatu desa tradisional dengan kehidupan suku Sasak. Di depan pintu masuk utama terdapat papan nama dengan atap khas rumah Sasak yang tertulis, 'Welcome to Sade, Rembita'. Setelah kami memberi sumbangan sukarela untuk biaya masuk ke desa ini, kakipun melangkah dan melewati deretan rumah-rumah yang dibangun dengan sangat sederhana, beratap ilalang dan berdinding anyaman bambu. Dan hampir di setiap rumah penduduk menjual berbagai cinderamata khas Lombok, kain tenun dengan berbagai fungsi, gelang, kalung, dekorasi rumah dan lain sebagainya.



Dan ketika saya masuk ke salah satu rumah penduduk dimana berlantai tanah liat, saya harus menunduk karena bangunan rumah yang pendek. Dan secara turun temurun cara pembuatan rumah suku Sasak masih terpelihara dengan baik, dimana lantai terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Rumah yang berukuran 7 X 5 meter ini dibagi dalam dua ruangan, bale luar dan bale dalam. Bale luar digunakan sebagai ruang tamu dan tempat tidur laki-laki. Dan antara bale luar dan bale dalam terhubung dengan anak tangga yang berjumlah tiga, yang bermakna Wetu Telu dimana menurut kepercayaan suku Sasak hidup manusia itu termaknai dalam 3 tahapan yaitu lahir, berkembang dan mati. Di bale dalam ini terdapat tungku untuk memasak dan ruangan tidur untuk perempuan yang juga digunakan untuk ruangan melahirkan. Bale dalam tidak memiliki jendela dan penerangannya hanya berasal dari lampu yang terletak di pojok ruangan. 
 











Usai keliling desa Sade, sayapun melanjutkan perjalanan menuju ke Tanjung Aan.

Sebelum masuk ke Tanjung Aan, saya mampir di sebuah warung untuk makan siang, dan menu yang saya pesan tentu saja plecing kangkung dan ayam bakar taliwang. Setelah perut terisi, lanjut menuju ke pantai. Sebelum mencapai ke pantai, saya langsung diserbu para ibu-ibu penjual kain dan cinderamata. Bukan hanya satu atau dua penjual yang mengelilingi saya, tetapi lebih dari 6 orang. Dan sayapun akhirnya membeli beberapa kain hiasan dinding dan bufet yang berwarna warni. Mungkin bagi banyak wisatawan hal ini agak risih, tetapi bila kita berbincang dengan mereka dan kita akan tahu bahwa mata pencaharian mereka hanya dengan menjual hasil karya cinderamata dan kaos-kaos kepada wisatawan yang datang. Dan para ibu-ibu penjual ini sangat ramah dan suka melucu... Sayapun senang bercanda dengan mereka.



Ketika sampai di pantai Tanjung Aan, pemandangan laut hijau kebiruan, pantai pasir putih kekuningan, serta beberapa bukit terpadu sangat indah. Pantai yang bersih, air laut yang bening serta pasir yang berbeda dengan pasir di pantai lain. Butiran pasir yang berbentuk bulat sebesar biji merica sungguh mengagumkan. Dan saat kaki menginjak di pasir ini, sebagian kaki langsung tenggelam masuk ke dalam pasir. Dan tidak hanya itu saja, rupanya di pantai ini terdapat juga pasir putih yang sangat halus seperti tepung, dan antara pantai pasir merica dan pantai pasir tepung hanya dipisahkan oleh sebuah tanjung, unik ya. 
Dan karena keunikkan pasir merica ini, maka menjadi peluang usaha warga sekitar, anak-anak lokal menjajakan pasir merica ini dalam botol air mineral seharga Rp.10.000. 

Dan di Pantai Kutapun memiliki pemandangan yang sama indahnya, hanya di pantai Kuta sudah agak ramai turis. Antara pantai Tanjung Aan dan pantai Kuta masih saling terhubung dengan garis pantai yang sama.

Dipantai Kuta dan Tanjung Aan, para turis bisa berenang ataupun snorkeling, dan karena saya tidak membawa baju ganti, jadi hanya berjalan sambil menikmati indahnya pantai yang masih asri ini. Dan saya sangat menikmati keelokkan pantai Tanjung Aan dari puncak bukit yang menjorok ke laut, serta pemandangan penduduk lokal yang sedang mencari binatang laut di sela-sela bebatuan.  
Ahhhhh sutau tempat yang memberi ketenangan dan keindahan alam yang tiada taranya.














Setelah dari Pantai Tanjung Aan dan pantai Kuta, sayapun kembali ke hotel, karena besok akan menjelajahi pulau-pulau di sisi barat Lombok.




2 comments:

FatStuby said...

suka dgn tulisanmu mba. makasih. Aku masih ingat bgt di pantai Kuta Lombok, diikutin terus sama mba2 dan ibu2 penjual sarung, selendang dan kain mereka, akhirnza za beli jugaa..hahhahah

Diary si kepik said...

@Fatmawati Stuby

Hahahahaha.... ga tahan beli juga yah.... tapi yah hanya itu mata pencahariannya... bisa dimaklumin juga sih.